Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ground Zero

11 September 2011   07:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:03 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tugu nama-nama korban 11/9 Nasau County (ladenladenfam.blogspot.com)

[caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Tugu nama-nama korban 11/9 Nasau County (ladenladenfam.blogspot.com)"][/caption] Sebuah kompleks dengan kode pos 10048, New York. James Murray menundukkan badan, menyeka air matanya yang sesekali menyelip keluar dari kelopak yang telah keriput. Tangannya tertahan sejenak melawan getaran Alzheimer, lalu ia berdoa. "Tuhan yang mengetahui semua di balik peristiwa, aku menitipkan semangat dan senyuman Bella..." Ia lalu menatap foto putrinya yang tersenyum, di atas tugu rendah. "... atas hadiah yang kauberikan kepadaku hari ini, dan atas semua yang kauambil dariku hari itu...." James menyeka lagi matanya. Di sampingnya, Aaron mengelus perlahn pundak orang tua itu, merasakan tubuhnya ikut bergetar, tapi ia memilih diam dan mendengarkan angin yang mengantarkan doa orang tua itu. 11/9/2011 pukul sepuluh lebih lima belas menit. Ribuan orang terdiam di National September 11 Memorial. Lonceng berbunyi, dan suara lirih nyanyian terdengar dari kejauhan. Sebanyak empat blok ditutup hari ini, dan keheningan kota kembali menyeruak setelah sebelas bulan menunggu. Ini untuk kesepuluh kalinya. Di blok ini, Ground Zero. James bersama puluhan ribu orang lain yang merasakan yang sama. Mereka datang dengan ratusan ribu rangkaian bunga sejak pagi. Entah mengapa, bahkan setelah sepuluh tahun, awan di atas kompleks ini selalu sama, membawa ingatan jangka panjang tentang peristiwa itu. Gedung-gedung menurunkan kerai jendelanya, kantor-kantor memasang bendera negaranya. Presiden turun, berlutut, persis di samping James. Saat bangkit, presiden menggamat tangan dan pundak orang tua itu, mengangguk pelan satu kali, lalu berlalu tanpa kata. Aaron mengelus-elus punggung pamannya. Ribuan orang itu, untuk pertama kalinya, tak begitu memperdulikan kedatangan pemimpin mereka. Wajah mereka tertahan di monumen lebar dan tinggi itu, menelisik setiap baris dan kata, mencari satu-dua nama. Sebagian lainnya segera menemukan, sebagian lain tersedu saat menemui kesulitan. James meletakkan buku bertuliskan Joy of My Life di atas foto itu. Ia sempat tersenyum, lalu kembali menatap dalam. Bibirnya bergetar, topi yang dipegangnya jatuh ke lantai. Ia rebah berlutut, merapatkan kedua telapak tangannya ke beton yang hangat itu, saat matahari menyinari tengah kepalanya yang tak berambut lagi. Aaron berusaha memapah pamannya, namun ia tak kuasa melawan perasaan mendalam. Cintanya terhadap Bella membuatnya mengabdikan hidup sepenuhnya untuk orang tua ini. Ia bersumpah akan membawa James kemanapun ia mau, atau bahkan berkali-kali menuruti keinginan pamannya itu mengunjungi memorial ini kala malam musim panas. Aaron memahami filosofi hidup yang mengubah hidupnya. Makna-makna baginya itu baru dibacanya dua tahun terakhir, di dalam buku karangan Bella itu. Buku bersampul putih bergambar mawar yang kini bersanding dengan puluhan mahkota bunga di atas foto kekasihnya. "Aku tak pernah mengetahui kesenangan hidup sebelumnya, hingga akhirnya Bella mengajarkanku. Sayangnya, aku menyadarinya saat ia sudah menutup mata." Waktu mendengar pengakuan itu, James memeluk Aaron erat. Presiden sudah meninggalkan kompleks. Kini ribuan orang keluar dair barisan lalu berkeliling mengatur kembali memori mereka. Sebagian dengan menabur bunga, sebagian dengan saling berpelukan, sebagian lain dengan menempelkan surat cinta pada dinding bertuliskan ribuan nama itu. James ingin pulang segera, mengecat ulang rumahnya yang adalah pemberian anaknya. Sudah enam tahun ini ia mengembangkan bisnis toko bukunya di rumah berlantai dua itu. Ia harus kembali menemui para pelanggan. Aaron tertunduk memapahnya. Angin musim panas berhembus kencang. Hari ini, setelah sepuluh tahun, kenangan itu masih bersatu, dalam pengorbanan nyawa atas nama ketidakadilan. ***

Lebih dari 3.000 orang tewas dalam tragedi serangan WTC 11 September 2001. Amerika menyatakan 11/9 sebagai hari berkabung sekaligus bersejarah bangsanya. September 11 memorial dibangun di lokasi runtuhnya gedung kembar tersebut. Sebagai bentuk penghormatan pada korban, Museum 9/11 didirikan lengkap dengan daftar nama korban dan keluarganya. Selain korban tragedi 9/11/2001, situs ini juga dipakai untuk mengenang serangan di tempat yang sama pada Februari 1993 yang menewaskan lima orang.
*Istilah "Ground Zero" diadaptasi dari idiom militer "point zero", yang berarti titik pusat terjadinya ledakan atau serangan bom. Selain pengeboman 11/9, sebelumnya Ground Zero juga digunakan untuk menyebut titik pusat ledakan di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, serta pengeboman di Pentagon.

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Situs Ground Zero (CCA/Wikipedia)"]

Situs Ground Zero (CCA/Wikipedia)
Situs Ground Zero (CCA/Wikipedia)
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun