Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Cloud" untuk Semua

9 Desember 2014   21:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:40 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14181151691858350782

[caption id="" align="aligncenter" width="580" caption="Ilustrasi Komputasi Awan (thoughtsoncloud.com)"][/caption]

Saat pertama kali membaca istilah cloud computing atau komputasi awan sekitar 2007, bayangan saya masih belum jelas mengartikan pengoperasiannya. Struktur dan unsur-unsurnya masih sumir bagi awam, apa yang dibutuhkan dan bagaimana wujudnya. Apakah kita “menitipkan” data kita pada sebuah instansi, data ditampung bersama data orang lain, ataukah bekerja ibarat email di mana pengguna diberi jatah penyimpanan sekian megabit.

Setelah akhirnya tahupun --setelah membaca banyak blog dan mengurai banyak gambar, saya masih sulit percayakan data kerja pribadi saya pada “ruang” yang mengawang-awang.

Kini, kampanye komputasi awan tersebar di mana-mana. Banyak perusahaan mulai menjalin kerjasama dengan penyedia layanan cloud untuk menampung data operasional perusahaan mereka.

Ada yang “mengawankan” seluruh datanya, ada yang separuh-separuh antara cloud dan server fisik seperti biasa diistilahkan hybrid computing. Di industri media setahu saya juga beberapa merek sudah mengambil langkah ini, termasuk Kompasiana yang menurut pengakuan editor Iskandar Zulkarnaen, guna mengurangi potensi data rusak kini telah menggunakan jasa cloud terkemuka yang berlokasi server di Amerika untuk menampung tulisan-tulisan serta data kompasianer. (Baca: Cerita Di Balik Verifikasi Biru)

Komputasi Awan pertama kali digagas pada akhir dekade 1990-an, ketika perusahaan-perusahaan di Silicon Valley dan beberapa konsorsium Eropa berupaya menyelenggarakan pengelolaan data yang lebih efisien. Setelah era intergalactic computer network pada 1909 dan Virtual Machine yang booming pada 1950-an, makin banyak perusahaan yang merasa memerlukan penyimpanan berkas di tempat yang aman, namun tidak memakan banyak tempat dan biaya.

Dari 2002 hingga 2006, Amazon mengembangkan layanan web yang menyediakan platform berbasis penyimpanan dan komputasi yang jadi cikal-bakal cloud saat ini, sebagai alternatif menggantikan server fisik. Setelahnya,  ikut mengembangkan pula perusahaan lain seperti Google, Apple, IBM, dan Microsoft. Komputasi awan lantas diyakini sebagai masa depan teknologi penyimpanan data di seluruh dunia. Secara garis besar, tiga moda penyimpanan yang ditawarkan adalah perangkat (infrastructure as a service), skema penyimpanan (platform as a service), dan peranti lunak (application as a service).

Saya sendiri memanfaatkan cloud untuk beberapa hasil ketikan artikel dan fiksi. Meski gratis, kuota penyimpanan awannya cukup besar hingga 5 gigabit, untuk ratusan file yang bentuknya kebanyakan hanya berupa Office dan PDF. Layanan server publik seperti Google dan Microsoft saya pilih karena paling dekat dengan aplikasi bawaan perangkat komputer.

Google Drive yang pertama kali saya pakai punya keunggulan integrasi dengan banyak layanan lain dari email, editor online,hingga media sosial, sementara Skydrive keluaran Microsoft cukup ringan dan pengoperasiannya tidak bertele-tele. Untuk perangkat mobile beberapa kali saya jajal Dropbox dan Box yang kini juga popular. Saya menikmati setiap fitur barunya, dan sampai hari ini rasanya belum ada keluhan.

Satu-satunya tantangan pengembangan minat publik menggunakan layanan awan menurut saya adalah infrastruktur jaringan. Kemarin (8/12) Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memberi jaminan bahwa jaringan 4G LTE akan dirasakan pengguna Indonesia akhir tahun ini atau maksimal tengah tahun depan. Beberapa operator selular pun diberi kesempatan untuk melakukan ujicoba Desember ini sambil melihat perkembangannya serta respon masyarakat. Biarpun dalam tahap awal area cakupannya masih terbatas di kota-kota besar, setidaknya realisasi program ini jadi pembangkit semangat bagi banyak kaum muda yang melek inovasi teknologi yang trennya kini banyak bergeser ke media sosial, utilitas dan hiburan.

Cloud computing sebagai suatu utilitas juga saya pikir akan banyak mengambil manfaat dari jaringan 4G (walaupun 3G sebetulnya pun sudah bisa). Makin cepat internet dan makin besar kapasitas data, keterbatasan mengunggah dan mengunduh file berukuran relatif besar yang selama ini membayangi cloud juga bisa teratasi.

Janji untuk UMKM

Perusahaan penyedia jasa internet bekerjasama dengan operator selular  juga tercatat sejak 2012 telah berlomba-lomba meluncurkan program cloud untuk usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Selain pangsa enterprise, UMKM jadi sasaran penting teknologi cloud karena sesuai dengan pola bisnis yang relatif kecil dan minim pembiayaan. Pemerintah pun dinilai mendukung. Hanya saja, memang cakupan realisasinya masih sangat minim lantaran banyak pelaku bisnis UMKM masih belum paham dan kurang peduli dengan manfaat cloud.

Data riset MARS Indonesia 2012 lalu hasil penelitian di 8 area kota besar (Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Medan, Surabaya, dan Makassar) menunjukkan bahwa dari total 1.718 responden pelaku usaha, terhitung hanya 2,6% di antaranya yang mengetahui komputasi awan. Itupun, baru terbatas di sektor usaha pertanian (14,3%), dan produksi tekstil (6,3%). Sektor-sektor lain seperti transportasi, perdagangan, juga jasa makanan dan minuman masih “gelap” dengan cloud, sebagaimana dilaporkan CloudIndonesia.com.

National Technology Officer Microsoft Indonesia Tony Seno Hartono dalam sambutannya di acara sosialisasi cloud computing untuk dunia usaha di Jakarta Mei lalu berpendapat, dua hal yang menghambat penerapan luas komputasi awan bagi pelaku bisnis mikro di Indonesia adalah usia dan keamanan.

Banyak pelaku UMKM di Indonesia tergolong usia tua dan hampir tua, membuat sosialisasi teknologi ini terhambat di pola pikir dan komunikasi. Selain itu, janji keamanan atas data-data bisnis memang belum begitu meyakinkan para pelaku usaha ini. Ke depan, dengan makin banyaknya pelaku UMKM berusia muda yang melek teknologi dan peduli terhadap keamanan data, janji manfaat komputasi awan bisa dibuktikan secara lebih merakyat dan bermanfaat luas di banyak daerah.

Saat ini dengan pemerintahan baru dan pola birokrasi yang semoga juga berinovasi, penerapan komputasi awan bisa mencakup semua sektor: bisnis, manajemen perusahaan, bahkan birokrasi. Cloud untuk semua, seperti teknologi 3G dan 4G yang dalam tahun-tahun mendatang akan menemani aktivitas produktif masyarakat kita yang terlanjur akrab dengan inovasi dan teknologi.

*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun