Mohon tunggu...
Fandi Sido
Fandi Sido Mohon Tunggu... swasta/hobi -

Humaniora dan Fiksiana mestinya dua hal yang bergumul, bercinta, dan kawin. | @FandiSido

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Untuk yang Datang Setelah Hujan

8 Februari 2015   05:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:36 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="570" caption="Parade Thanksgiving di New York 77th Street, Nov. 2014/Sumber foto: DailyMailUK/AP."][/caption] Untuk yang datang setelah hujan, yang membawa kabar gembira dengan cara yang menyedihkan. Untuk yang ingin berteriak yang berserak parau tapi tak mengeluarkan suara. Dentang jam tengah malam beriringan dengan radio Peperangan tak kunjung usai tapi semua tahu itu hanya keserakahan. Karena perdamaian bisa terjadi satu dekade lalu. Surat-surat yang sampai mengabarkan tentang kemenangan Gloria pujangga atas kekuatan senjata. Mungkin mereka akhirnya tahu kekuatan budaya. Yang menggenjet senjata dengan kata-kata. Pawai di luar jendela. Bendera kecil dikibas-kibaskan, Sambut tawa dan air mata. Meriuh, mengabundan puluhan hasta. Surabaya telah Merdeka. Yogyakarta telah merdeka. Bayangan kearifan dapat dibaca dari banyak suara. Mengguyon jelaga dengan sandiwara. Anak-anak membaca, Kisah sejarah berbumbu fakta. Jenak, jenak merasa merdeka. Bergulung mainan sisa perang, berebut tanah sisa warisan. Abad-abad menanti datang Orang-orang pamer cerita. Bertukar debat dan berharap rabat. Bisa-bisanya manusia merapat, pada cerita yang lamat-lamat. Pulang... pulang. Bawalah pelita datang. Pulang... pulanglah. Peluk kami yang berbaris menjelang dan anak-anak yang manja di hari cerah. Berilah kebahagiaan pada kami yang mengulang, yang pada bayang-bayang merajah kisah. Bisik sepenggal-penggal tentang manis-asam sejarah dan separuh digdaya yang kini musnah. Untuk yang datang menjelang terang, Lutut merapat pada tanah tangan-tangan tinggi menengadah. Biarkan anak-anak ini tumbuh dan melambai pada diri mereka yang gagah. Yang melewatkan masa matangnya begitu saja dan dewasa bukan pada masanya. Biarkan mereka berdiri, tertawa, berdebat, menangis. Biarkan mereka menjadi pahlawan untuk dirinya dan menulis kisah-kisah besar dari orang-orang kecil tentang perjuangan mereka yang pergi, dan canda hangat dari mereka yang kembali. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun