Mohon tunggu...
Afsal Muhammad
Afsal Muhammad Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis, Web Developer

Tukang baca, tukang nulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintah Harus Bertindak Lebih Dari Sekadar Memecat Pelaku Korupsi

14 Desember 2024   14:45 Diperbarui: 14 Desember 2024   14:45 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi lagi-lagi memunculkan keresahan di mata publik. Di Cianjur, Jawa Barat, korupsi proyek agrowisata mencuat dengan dua tersangka yang salah satunya adalah seorang pegawai Kementerian Pertanian. Kerugian negara mencapai Rp8 miliar. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjanjikan akan memecat oknum pegawainya yang kedapatan korupsi proyek agrowisata tersebut. Saat ini, oknum itu sudah dicopot dari jabatannya.

Tapi, pemecatan adalah cerita usang yang sudah bosan didengar oleh masyarakat. Publik ingin mendapatkan perubahan nyata dalam menghilangkan korupsi dari tanah air. Cianjur sebagai kabupaten kecil yang memiliki banyak cerita, memang menyimpan banyak tinta hitam yang sulit dihapus sejarah. Tidak hanya di kalangan pemerintah, tetapi masyarakatnya juga.

Kementerian Pertanian, dan seluruh lembaga di Indonesia, baik pusat maupun daerah harus bertindak lebih dari sekadar memecat pelaku korupsi. Pemecatan hanya memberhentikan seorang pelaku, tanpa membersihkan sebuah lembaga dari korupsi yang sudah mendarah daging. Tokoh-tokoh dunia sebetulnya sudah memberikan banyak hal yang bisa diterapkan pemerintah untuk membersihkan korupsi dari tatanan lembaga negara.

Soekarno, bapak proklamasi Indonesia sebetulnya sudah memberikan sebuah cara yang kemungkinan besar berhasil untuk membersihkan lembaga negara dari korupsi yang menggerogoti kemajuan sebuah bangsa. Konsep Nasionalis, Sosialis, dan Komunis atau Nasakom yang telah lama dikonsepsi oleh Soekarno bisa diadaptasi untuk melakukan reformasi sistem kelembagaan negara demi kemajuan bangsa ini.

Tokoh Komunisme, Karl Marx dengan perspektif materialisme historis dan perjuangan kelas sudah memberikan pandangannya terhadap korupsi sebagai produk sistem kapitalis. Cara yang dia ajarkan kepada kita untuk bisa menghanguskan korupsi adalah fokus pada perubahan sistem. Sistem yang ada di Indonesia saat ini tidak mengalami banyak kemajuan dan perubahaan yang berarti, hanya membuat korupsi semakin mudah diiringi bertambahnya kecerdikan manusia, tapi minimnya nurani di hatinya.

Tidak cuma bertentangan dengan komunisme, paham sosialis juga menanggap korupsi sebagai suatu tindakan yang tidak ideal dari pahamnya itu sendiri. Sama seperti Karl Marx, tokoh sosialis seperti Friedrich Engels juga mewajibkan perubahan sistemik dalam menghilangkan korupsi dari suatu bangsa. Penakanan terhadap integritas seseorang adalah yang paling ditekankan dalam hal ini, tapi kita sudah bosan dengan kata "integritas" yang terus ditekankan dengan penerapan yang nihil.

Soekarno yang telah lama kita kenal sebagai tokoh Nasionalis yang berpengaruh pun sudah lama kepada kita bahwa korupsi adalah ancaman suatu bangsa. Dan, saat ini ancaman bangsa itu malah sangat dekat dengan kita seolah-olah adalah karakter dari masyarakat kita sendiri. Soekarno sudah mengingatkan bahwa kita harus memiliki karakater bangsa yang menerminkan nilai-nilai budaya sebagai landasan. Gotong royong salah satunya, tapi kita tak melihat gotong royong nyata dalam pencegahan korupsi saat ini.

Ada beberapa kesamaan yang ada dalam tiga paham itu, yaitu korupsi sebagai hal yang buruk, tidak ideal, dan ancaman yang mengganggu kelangsungan bangsa ini. Sehingga sudah jelas korupsi seharusnya dicegah sedini mungkin. Jangan sampai mulut kita berkata bahwa ada sesuatu yang tidak benar, tetapi di sekitar kita terjadi hal demikian. Itu mencerminkan sifat munafik, licik, dan picik, yang kini publik menganggap bahwa sifat itu ada pada diri pejabat-pejabat yang duduk di kursi kekuasaan saat ini.

Kesamaan lainnya adaa pada perubahan sistem yang harus dilakukan demi menghilangkan korupsi. Sistem kelembagaan di Indonesia sudah lama tidak mengalami perubahaan, hampir tidak ada sejak zaman reformasi dimulai. Birokrasi yang berbelit-belit, penggunaan teknologi yang seharusnya efisien malah boros, dan integritas pejabat yang semakin dipertanyakan dari tiap periode. Sistem itu harus diubah, harus direformasi yang lebih dari sekadar memecat pelaku korupsi.

Pelaku korupsi memang pantas dipecat, tetapi itu hanya untuk mereka yang sudah ketahuan dan tertangkap basah. Lalu, bagaimana dengan pelaku yang masih bersembunyi? Bagaimana bisa dipecat? Tes kepegawaian lembaga pemerintah sepatutnya sudah mencakup hal-hal yang berhubungan dengan etika dan integritas. Namun, karena sistem yang lemah, tes tersebut hanya sebagai formalitas agar bisa masuk dan bekerja di lembaga tersebut. Lantas, sistem seperti apa yang seharusnya ditanamkan pemerintah kita?

Ada dua paham yang bisa diadaptasi untuk membuat sebuah sistem pemerintahan yang ideal tanpa korupsi. Paham kofunsianisme dan Islam merupakan perpaduan ideal yang bisa diadaptasi esensinya. Kedua paham ini menekankan pentingnya moralitas, keadilan, dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Namun, penerapan nilai-nilai agama dalam praktik politik seringkali kompleks dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya.

Untuk menanggulangi faktor sosial budaya Indonesia yang beragam, penerapan nilai-nilai agama bisa tetap dilakukan tanpa menggunakan istilah-istilah yang ada dalam agama itu sendiri. Misalnya, dalam hal perbankan, kita gunakan sistem bagi hasil dengan perjanjian tertentu, daripada menggunakan istilah nisbah dengan akad yang berbeda. Dengan begitu, sistem ini akan lebih umum dan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat secara umum.

Apa yang saya sampaikan mungkin masih sangat mentah dan butuh diperjelas dengan rincian yang lebih detil. Tetapi, ide ini bisa membantu pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan kejahatan para pejabat yang tidak berhati nurani. Indonesia membutuhkan seorang pembaharu yang mampu memperbaharui dan mereformasi berbagai sistem sehingga membuat oligarki tidak nyaman.

Oligarki saat ini sudah terlalu nyaman di kursi kekuasaan. Mereka memiliki sistem yang bisa diotak-atik sedemikian rupa untuk merusak dari dalam dan memperkaya diri sendiri. Tugas kita lah sebagai anak muda untuk menjadi seorang pembaharu dan membuat Indonesia lebih baik lagi kedepannya. Menjadi penguasa untuk memperkaya diri sendiri hanya akan membawa petaka yang lebih besar di masa depan. Masyarakat, butuh pemerintah yang adil dan berkemajuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun