Hampir satu tahun gempa bumi mengguncang Cianjur, tetapi rasa traumanya masih saya rasakan sampai sekarang. Rasa takutnya pun terkadang muncul dalam beberapa situasi. Bahkan, bagi saya yang sangat mudah terkejut, setiap ada mobil yang lewat rumah pun bikin jantung saya mau copot.Â
Pada 22 November 2022 saat itu, rasa kelam gempa Cianjur terasa ketika malam muncul. Tidak ada listrik, tidak ada sinyal HP, tidak ada suara, seisi kampung seperti kota mati. Saking sepinya, saya bisa mendengar suara ambulans yang berbunyi dari tengah kota hingga ke tempat tinggal saya.
Saat itu penerangan benar-benar tidak ada, api unggun menjadi salah satu cara ampuh untuk bisa mendapatkan penerangan. HP pun tidak pernah bersuara sama sekali, tidak ada notifikasi bukan karena saya jomblo saat itu, tetapi memang seperti kota mati, tidak ada sinyal bahkan untuk jaringan seluler sekali pun.
Beruntung, aparat desa di tempat tinggal saya sangat gercep dalam memberikan pertolongan pertama bagi pengungsi. Terutama soal makanan. Bahkan, beberapa menit setelah gempa besar mengguncang, tidak ada minum sama sekali karena warga takut untuk masuk ke rumah mereka masing-masing, hanya saya yang berani masuk dan membawa banyak botol minum untuk mereka.
Wajah putus asa dan kebingungan membuat saya semakin cemas pada situasi saat itu. Mereka hanya duduk beralaskan tikar, dinaungi oleh terpal berwarna biru, dengan gempa-gempa kecil yang muncul beberapa menit sekali. Adrenalin akan selalu dipacu dan meminta setiap orang untuk tetap waspada.
Setiap malam, tidak ada rasa nyaman saat tidur. Ketika tidur, saya harus berada pada posisi yang mudah untuk bangun dan berlari. Sebab, akan sangat menakutkan jika terjadi gempa besar pada malam hari. Namun, tidak sedikit ada gempa dengan kekuatan sedang yang terasa di malam hari dan memaksa kami untuk tetap terjaga karena takut.
Dari bencana tersebut, gaya hidup kami berubah. Saya merokok Marlboro Filter Black pun berubah menjadi Duff Bold. Bukan berarti Duff Bold tidak enak, tetapi dari kejadian ini saya sadar bahwa apapun yang terasa mewah bagi saya, ternyata tidak ada artinya jika diberi hal-hal seperti ini.
Bencana ini memberi pesan bahwa setiap hal yang kita rasa hebat tidak akan pernah ada artinya. Ketika semesta sudah menjalankan tugasnya untuk memusnahkan, tentu akan musnah juga. Dari hal yang terkecil seperti Playstation 2 milik saya sampai yang terbesar yaitu nyawa sejumlah anggota keluarga saya.
Jalanan di sekitar desa-desa yang terdampak macet setiap hari. Sulit untuk bisa mengakses jalan, bahkan dari kampung saya ke pusat kota butuh waktu satu jam lebih yang awalnya cuma butuh 15 menit. Gempa-gempa susulan pun masih sangat terasa hingga beberapa minggu setelahnya.
Tetapi, di balik traumatisnya gempa Cianjur, saat itu pengungsi mendapatkan beberapa kebahagiaan kecil. Saya sangat berterima kasih kepada para relawan yang sudah sangat membantu masyarakat.Â