(Source picture :personalitycafe.com)
“Aku mau bunuh diri!” katamu, masih duduk di lantai kamarmu yang gelap dan bau amis. Tak ada penerangan di ruang sempitmu. Hanya sinar rembulan yang mengintip malu-malu dari jendelamu yang bertiraikan jaring laba-laba. Wajahmu terasa panas, matamu pedih bukan main karena terus menerus mengalirkan air mata. Hatimu adalah yang paling sakit dari semua yang kamu rasakan. Kamu memegangi dadamu, merasakan sesak yang mencuat ketika pikiranmu tak sengaja membayangkan apa yang telah kamu alami beberapa waktu silam. “Jangan!” ucap suara lain dalam kamarmu. Kamu tak tahu itu suara siapa, sebab berjam-jam kamu hanya sendirian. Di kamar. Di rumah. Di kota ini. Di mana pun kamu memang hanya sendirian. Tak ada teman. Tak ada keluarga. Tak ada siapa pun. “Kamu memang tak berguna, tapi kamu tak boleh mati! Orang-orang sepertimu hanya bikin neraka bertambah sesak saja!” ujar si suara lain, kamu mendengar tawanya yang membahana. “Anjing! Pergi kau setan sialan!” kamu mulai melempari si suara lain yang entah dari mana itu dengan segala yang ada di dekatmu; ponsel, bungkus rokok, asbak, tempat pensil, sisir, sampai bantal-guling. Dalam hitungan detik, suara lain telah hilang. Kamu mulai menggerakan tubuhmu ke sudut kamar. Kedua telapak tanganmu meraba setiap lantai yang licin lalu mengangkat tubuhmu untuk maju pelan-pelan. Cukup lama, akhirnya kamu sampai di bawah jendela. Jendela itu terlalu tinggi. Kamu tak bisa melihat pemandangan di luar sana dengan tubuhmu yang pendek. Kamu tersenyum saat menemukan benda tajam mengilat di dekatmu. Cukup tajam, katamu sambil tertawa tanpa suara. Tak perlu berpikir lagi, kamu mulai aksimu. Kamu menggesekkan pisau bergagang merah itu ke tangan kirimu. Merasakan sengatan khas ujung pisau yang membuat tubuhmu bergidik. Setetes darah terjatuh ke lantai. Kamu menghela napas panjang. Menghirup aroma darah kuat-kuat. Kamu serasa melayang di udara. Pisau di tangan kananmu terus bergerak. Menguliti selapis demi selapis kulit tangan kirimu yang mulai berdarah segar. “Tanpa kedua kaki saja, aku sudah tak berguna. Bagaimana kalau aku juga tak punya tangan? Biar dunia semakin puas mencemoohku!” [Mengejarhujan.wordpress.com]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H