Mohon tunggu...
Afriza Yohandi Putra
Afriza Yohandi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

NIM : 43223110005 | Program Studi : Sarjana Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Mitos dan Logos Kejahatan pada Metafora Cincin Gyges

8 November 2024   22:27 Diperbarui: 9 November 2024   00:23 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

What

Mitos cincin Gyges adalah cerita yang diceritakan oleh tokoh Glaucon dalam Republik karya Plato, salah satu karya besar yang mengeksplorasi berbagai aspek politik, moralitas, dan keadilan. Dalam cerita ini, Gyges, seorang gembala biasa dari Lydia, menemukan cincin misterius yang memiliki kemampuan untuk membuatnya tak terlihat. Ketika mengetahui kekuatan ini, Gyges segera menyadari bahwa ia bisa melakukan apapun tanpa ada yang mengetahuinya.

Gyges akhirnya memanfaatkan kekuatan cincin tersebut untuk melakukan kejahatan-kejahatan besar. Dia membunuh raja, mengambil alih takhta, dan merampas kekuasaan dengan berbagai cara keji tanpa takut konsekuensi atau pengawasan. Mitos ini menjadi titik awal bagi Glaucon untuk mempertanyakan apakah manusia berbuat baik karena sifatnya yang baik atau hanya karena takut terhadap hukuman dan konsekuensi.

Konteks dalam Filsafat Plato

Di dalam Republik, Plato menggunakan kisah ini untuk menguji argumen tentang sifat dasar manusia. Glaucon berpendapat bahwa keadilan dan moralitas sering kali hanyalah sebuah kesepakatan sosial yang disepakati manusia untuk menghindari rasa sakit akibat tindakan orang lain. 

Menurutnya, jika ada jaminan bahwa perbuatan kita tidak akan diketahui, hampir semua orang akan cenderung melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri, meskipun hal itu jahat atau melanggar moralitas.

Plato, melalui tokoh Socrates, menantang gagasan ini dan mengusulkan bahwa keadilan adalah sebuah kebajikan yang seharusnya ada dalam diri manusia karena nilainya sendiri, bukan karena rasa takut. Bagi Plato, manusia yang benar-benar bijaksana akan memilih keadilan bukan karena takut akan konsekuensi, tetapi karena itu adalah tindakan yang paling benar dan baik untuk menjaga keseimbangan dalam jiwa.

Cerita ini lebih dari sekadar dongeng tentang kekuatan magis; Plato menggunakan kisah ini untuk menyelidiki sifat moralitas manusia. Glaucon berpendapat bahwa manusia cenderung berbuat baik hanya karena takut pada konsekuensi. 

Jika ada jaminan bahwa tindakan mereka tidak akan diketahui atau dihukum, sebagian besar orang akan memilih untuk bertindak demi keuntungan sendiri, bahkan dengan melanggar keadilan. Jadi, menurut Glaucon, keadilan hanyalah hasil dari kesepakatan sosial, bukan sesuatu yang benar-benar diinginkan oleh manusia.

Di sisi lain, Socrates, sebagai tokoh utama Plato, menentang pandangan Glaucon dan berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan yang seharusnya dipilih karena keadilan itu bernilai pada dirinya sendiri. Socrates percaya bahwa seseorang yang adil akan merasakan kedamaian batin yang lebih besar, yang tidak dapat digantikan oleh kekuasaan atau kesenangan duniawi.

Why

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun