Mohon tunggu...
Afrizal Ramadhan
Afrizal Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Bekerjalah pada keabadian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

The Last Train

27 Juni 2024   17:55 Diperbarui: 27 Juni 2024   18:15 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore tiba, panen di lahan sawah ini juga sudah selesai, akhirnya kami ingin segera pergi. Tapi bukan pulang ke rumah. Hari terakhir ini kami mau berkemah di dekat sebuah sungai yang mengaliri air terjun kecil. Sudah kami rencanakan juga hari ini, sebagaimana membuat perpisahan yang entah akan berapa lama nanti menjadi lebih berkesan. Seperti masa-masa tumbuh bersama itu.

Satu tenda besar sudah kami bawa sejak pagi, meski itu hasil buatan menggunakan terpal. Aku, Mukhlis, dan Dola langsung membawa beberapa barang juga untuk makan malam nanti yang berupa seekor ayam peliharaan kami bertiga. Bukankah ini sangat dipersiapkan oleh kami bahkan dari jauh-jauh hari. Dan setelah itu kami bertiga jalan menyusuri sedikit hutan untuk sampai ke sana.

Selagi berjalan, aku juga ingat betul jalan menuju sungai ini tidak pernah berubah sedikit pun. Kenangan kami sewaktu kecil sangat suka terbuang di sini. Bagaimana pohon-pohon buah yang tumbuhnya liar seperti kami, beberapa anak kadal yang diam-diam merayap dan suka kami tangkap dulu, ini termasuk pesta kecil untuk merayakan kenangan manis.

"Lis, kau ingatkan Dola teriak dan menangis di atas pohon karena di kejar anjing-anjing liar di pohon itu?" Kataku menunjuk salah satu pohon.

"Ei, ei. Kalian berdua juga kepanikan saat itu," Sanggah Dola membela.

"Ha-ha, tapi tidak seperti kau yang menangis itu, kan," Jawab Mukhlis sembari tertawa girang. "Eh, tapi waktu itu kita bertiga sampai malam ya, ada di atas pohon menunggu bapak-bapak kita akhirnya datang mengusir karena anjing-anjing liar itu tidak berpindah posisi malah tidur menunggu.

"ha-ha. Tapi kalian juga ingat tidak, meskipun tau ada anjing liar di sini, kita malah buat rumah pohon, kan, di sini?" Tanyaku melihat pohon besar yang masih berdiri kokoh.

"Iya, tapi gara-gara kau nggak bisa diam. Aku jadi jatuh dan nih," tukas Mukhlis menunjukan bekas jahitan di kepalanya. Karena waktu itu ia terjatuh dari atas.

"Maaf. Tapi, abis gimana. Tiba-tiba ada ular kan aku takut digigit," pintaku meminta maaf. Sementara Dola hanya bersiul tidak jelas. "Ini juga gara-gara dia yang malah menangkap ular itu terus melemparnya ke arah aku." Aku langsung melingkari tanganku ke Dola. Memang waktu itu ia malah menakuti sehingga aku tidak sengaja mendorong Mukhlis hingga jatuh. Untungnya waktu itu pohon yang kami dirikan tidak terlalu tinggi.

"Huh, sudahlah. Lupakan, kita sudah sampai juga di sini. Ayo kita dirikan tenda lalu menyiapkan lampu petromaxnya. Sudah gelap."

Kami pun bertiga langsung saling bahu-membahu mendirikan tenda, menyalakan lampu petromax yang sudah dibawa, kemudian menggelar karpet di dalamnya. Setelah selesai semua,  Mukhlis mengajak aku dan Dola untuk membersihkan badan di sungai. Kami memang sudah menyiapkan baju ganti juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun