Tuhan,
malam sendu begini hatiku gelisah
sejak tadi cuma memikirkan kata-kata di dalam kepala
untuk membuat puisi, Tuhan.
Aku sudah meletakan kopi, kertas, pena
tetapi tiada satu pun kata yang tepat
tentu begitu rumit karena ini spesial buat seorang
penyair yang baru berpulang menemuimu
ia juga sama seorang perindu abadi yang ingin
segala rindunya akan selalu bersemayam di sini.
"Wah? Apa ini? Kesunyian datang?!"
"Apa itu--"
Lalu mulai tertulislah puisiku jadi seperti ini:
'Barangkali rengek berpawai
Dalam pawai menuju halte
Depan halte ada antrian panjang
Sebelum bus meninjau lajumu
Barangkali hidup perlu bersyair
Begitu syair nyaring mente
Apakah mente sampai ke kampung halaman?
Maka kau pergi membawa suaramu
Barangkali telah tersampaikan di bawah tudung puisi
Terimalah tudung puisi sebagai doa yang tak tercoret
Maka jadilah yang tak tercoret itu berbuah manis
Kali ini kata-katalah yang menangis sekaligus tersenyum.'
Jakarta, 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI