Mohon tunggu...
Afrizal FadhilaIlyas
Afrizal FadhilaIlyas Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa hki

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perkawinan dan Perceraian

12 Maret 2024   16:00 Diperbarui: 12 Maret 2024   16:05 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tujuan Perkawinan
1.Bertujuan untuk membangun keluarga sakinah
2.Bertujuan untuk regenerasi dan pengembangbiakan manusia (reproduksi), dan secara tidak langsung sebagai jaminan eksistensi agama Islam
3.Bertujuan untuk pemenuhan biologis (seksual)
4.Bertujuan nuntuk menjaga kehormatan
5.Bertujuan ibadah.
Dipahami secara implisit dari sejumlah ayat al-Quran dan secara eksplisit disebutkan dalam hadis. Secara eksplisit, ada sisi perbedaan tujuan perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI. Dalam Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 mendefenisikan perkawinan ialah "ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Berdasarkan UU Perkawinan tersebut, dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk mencapai bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.

Hikmah Perkawinan
1.Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu banyak, maka peroses pemakmuran bumi yang dikerjakan bersama-sama akan berjalan dengan mudah;
2.Keadaan hidup manusia tidak akan tenteram kecuali jika keadaan rumah tangganya tertib dan teratur;
3.Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan;
4.Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang dikasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan duka, penolong dalam mengatur kehidupan. Sebagaimana yang dikehendaki dalam firman Allah (QS. Al-A'rf (7): 189);
5.Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghirah(kecemburuan) untuk menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan untuknya;
6.Pernikahan akan memelihara keturunan serta menjaganya. Didalamnya terdapat faedah yang banyak, antara lain memelihara hak-hak dalam warisan;
7.Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik yang sedikit. Pernikahan pada umumnya akan menghasilkan keturunan yang banyak;
8.Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya yang mendatangkan rahmat dan pahala kepadanya. Namun apabila masih meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendo'akannya dengan kebaikan hingga amalnya tidak terputus dan pahalanya pun tidak ditolak.

Larangan Perkawinan
Larangan perkawinan dalam bahasan ini adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan; yakni perempuan-perempuan mana saja yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki, atau sebaliknya laki-laki mana saja yang tidak boleh mengawini seorang perempuan. Secara garis besar larangan perkawinan antara seorang pria dan wanita, karena
a.Larangan Perkawinan Karena Pertalian Nasab
Larangan perkawinan ini, sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah (QS. An-Nis (4): 23):"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuanmu sesusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
b.Larangan Perkawinan karena hubungan Pertalian
Kerabat (Semenda) Perempuan-perempuan yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki untuk selamanya karena hubungan perkawinan (semenda) adalah sebagai berikut:
1) Ibu isterimu (mertua perempuan); termasuk juga nenek perempuan isteri, baik dari garis ibu atau ayah
2) Anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri (anak tiri)
3) Isteri-isteri anak kandungmu (menantu); termasuk juga isteri cucu
4) Perempuan yang telah dinikahi oleh ayah (ibu tiri) tanpa disyaratkan harus adanya hubungan seksual antara ayah dan ibu.
c.Larangan Perkawinan Karena Hubungan Sesusuan
Hubungan sesusuan menjadikan orang mempunyai hubungan kekeluargaan yang sedemikian dekatnya. Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara dalam pengertian hukum perkawinan ini, sehingga disebut saudara sesusuan tetapi pendekatan ke-dalam saudara sesusuan, tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk terjadinya saling mewarisi.
d.Larangan pernikahan untuk sementara waktu (MahramGhairu Muabbad)
Mahram ghairu muabbad, yaitu larangan perkawinan yang berlaku hanya untuk sementara waktu disebabkan oleh hal tertentu; bila hal tersebut sudah tidak ada, maka larangan itu tidak berlaku lagi. Larangan kawin untuk sementara itu berlaku dalam hal-hal seperti berikut:
1) Mengawini (menghimpun) dua orang bersaudara dalam satu masa Keharaman mengumpulkan dua orang wanita bersaudara dalam satu masa perkawinan itu,
2) Poligami di luar batas (lebih dari 4 orang)Seorang laki-laki dalam perkawinan poligami paling banyak menikahi empat orang, dan tidak boleh lebih dari itu, kecuali bila salah seorang dari istrinya yang berempat itu telah diceraikannya, danhabis pula masa iddahnya. Dengan begitu perempuan kelima itu haram dinikahinya dalam masa tertentu, yaitu selama salah seorang di antara istrinya yang empat itu belum diceraikan.
3) Larangan karena Ikatan Perkawinan Seorang perempuan yang sedang terikat dalam tali perkawinan, haram dikawini oleh siapapun. Keharaman itu berlakuselama suaminya masih hidup atau belum dicerai oleh suaminya. Setelah suami matiatau ia diceraikan oleh suaminya dan selesai masa iddahnya, barulah ia boleh dikawini oleh siapa saja, sepanjang tidak ada larangan lain yang menentukannya.
4) Larangan karena Talak Tiga (b'in kubro)Perempuan yang ditalak tiga, haram menikah lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau wanita itu sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin, juga telah dicerai oleh suami terakhir itu, serta telah habis masa 'iddahnya
5) Larangan karena Ihram Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun haji, tidak boleh dinikahi.
6) Larangan Karena Musyrik (Beda Agama)
Yang dimaksud dengan beda agama disini adalah, perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim dan sebaliknya. Dalam istilah fiqh disebut kawin dengan orang kafir. Keharaman laki-laki muslim kawin dengan perempuan musyrik atau perempuan muslimah kawin dengan laki-laki musyrik terdapat dalam QS. al-Baqarah (2): 221
7) Larangan karena waktu Iddah Perempuan yang sedang dalam waktu iddah, baik 'iddah cerai maupun. 'iddah ditinggal mati, berdasarkan firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 228 dan 234.
8) Istri yang putus perkawinan karena li'an. Menurut bahasa li'an diambil dari kata la'ana artinya laknat (kutukan). Maksudnya adalah laknat atau kutukan Allah kepada suami-istri yang saling bermula'anah atau saling kutuk yang lima kali mengucapkan kesediaan dilaknat oleh Allah.Bisa juga berarti menjauhkan atau al-ardu min al-khair yang berarti pengusiran dari kebaikan atau dikeluarkan dari kebaikan, bisa juga isimnya adalah al-la'nah, maka jama'nya adalah li'an, li'anat.

Usia Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

Di dalam Islam, tidak terdapat aturan yang jelas pada usia berapa seseorang dapat menikah. Jadi, meskipun masih di usia anak-anak bahkan balita sekalipun, akad perkawinan tetap sah. Para ahli fiqih sepakat bahwa seorang bapak berhak menikahkan anaknya, baik laki-laki maupun perempuan yang masih kecil91. Pendapat ini juga sejalan dengan Imam Abu Hanifah. Menurutnya, pernikahan anak yang masih kecil atas izin walinya adalah sah. Di sini Islam menunjukkan bahwa kedewasaan itu sangat diperhatikan. Dalam Islam, ukuran kedewasaan itu adalah baligh. Baligh adalah kondisi seseorang yang sudah cakap untuk dipikulkan kewajiban hukum kepadanya karena sudah mengerti mana yang baik dan buruk untuknya.
Terkait perkawinan, Islam memberikan hak penuh kepada anak yang sudah baligh untuk melanjutkan atau memutuskan perkawinannya. Dalam Islam, seseorang yang belum dewasa tidak dianggap cakap untuk berbuat hukum. Sebaliknya, anak yang sudah dewasa sudah mampu mengerti kebaikan dan keburukan sehingga cakap untuk berbuat hukum. Jadi, kedewasaan berkaitan pula dengan kemampuan, yaitu kemampuan untuk memposisikan diri berdasarkan perannya dengan melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan.
Yang dikatakan mampu menurut islam itu adalah mampu secara biologisdan mampu secara psikis atau mampu jiwa dan raga. Sehingga umur tidak lagi menjadi bahan yang diperdebatkan sebagai patokannya, melainkan kemampuan jiwa dan raganya. Islam menjadikan patokan itu menjadi lebih luas dan dapat diterima dengan mudah.
Perspektif hukum positif, UU No 1 Tahun 1974 Tentang PerkawinanSumber pertama dalam hukum positif adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia yang menetapkan bahwa seseorang hanya boleh menikah pada usia 21 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-undang ini, yaitu untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harusmendapat izin kedua orang tua.
Kemudian pada Pasal 6 ayat (2) UU ini mengindikasikan adanya peluang bagi calon mempelai yang hendak menikah di bawah umur 21 tahun, tetapi harus dengan izin orang tua. Selain syarat perizinan dari orang tua, Undang-undang Perkawinan membatasi usia minimal perkawinan, yaitu 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 berikut Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Ada perubahan lagi batas usia pernikahan,Tetapi dalam buku ini tidak dijelaskan lagi revisi terbarunya yaitu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa "Perkawinan hanya dapat diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun".

Perceraian

Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa Indonesia berarti pisah dari kata dasar cerai. Menurut istilah (syara') perceraian merupakan sebutan untuk melepaskan ikatan pernikahan. Sebutan tersebut adalah lafa yang sudah dipergunakan pada masa jahiliyah yang kemudian digunakan oleh syara'. Dalam istilah fiqh perceraian dikenal dengan istilah talaq atau furqah. Talaq berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Sedangkan Furqah berarti bercerai yang merupakan lawan kata dari berkumpul.
Perkataan talaq dan furqah mempunyai pengertian umum dan khusus. Dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam arti khusus adalah perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami. Menurut hukum Islam, perkawinan itu dapat putus karena beberapa sebab, antara lain: karena putus dengan sendirinya (karena kematian), karena adanya perceraian, karena adanya putusan Pengadilan.

Rukun talaq
1.Orang yang menjatuhkan talak.
Orang yang menjatuhkan talak itu hendaklah seorang mukallaf. Oleh karena itu, talak anak kecil yang belum baligh dan talak orang gila tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.Lafal talak. Mengenai rukun yang kedua ini, para ulama Syafi'iyyah membaginya kepada tiga macam, yaitu:
Lafal yang diucapkan secara arih dan kinayah. Diantara yang termasuk lafal sarih adalah al-sarrah, al-firaq, al-talaq dan setiap kata yang terambil dari lafal al-talaq tersebut. Sedangkan lafal kinayah adalah setiap lafal yang memiliki beberapa pengertian, seperti seorang suami berkata kepada isterinya: izhabi(pergilah kamu) atau ukhruji (keluarlah kamu) dan lafal-lafal lain seperti itu, sementara suami itu meniatkan menjatuhkan talaknya. Apabila lafal talak itu tidak diucapkan, baik secara sarih maupun kinayah, boleh saja melalui isyarat yang dipahami bermakna talak, namun menurut kesepakatan ulama dikalangan Syafi'iyyah, isyarat tersebut baru dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan oleh orang bisu. Talak itu juga sudah dianggap memenuhi rukun kedua ini, apabila suami tersebut menyerahkan (al-fawi) kepada isterinya untuk menjatuhkan talaknya.
3.Dilakukan secara sengaja.
Maksudnya, lafal talak itu sengaja diucapkan. Ulama Syafi'iyyah mengemukakan bahwa ada lima bentuk yang keraguan cacatnya kesengajaan. Wanita yang dihalalkan (isteri). Apabila seorang suami menyandarkan talak itu kepada bagian dari tubuh isterinya, misalnya ia menyandarkan kepada anggota tubuh tertentu seperti tangan, kepala, limpa atau hati, maka talaknya sah. Namun apabila suami tersebut menyandarkan kepada fadalat tubuhnya seperti air liur, air susu atau air mani, maka talaknya tidak sah.
4.Menguasai isteri tersebut
Apabila seorang suami berkata kepada seorang wanita yang bukan isterinya Anti talliq (kamu wanita yang ditalak), maka talaknya tidak sah, namun apabila suami tersebut berkata kepada isterinya atau isterinya itu masih berada dalam masa 'iddah talak raj'i, maka talaknya baru dianggap sah.

Sebab Sebab Putusnya Perkawinan
1.Talaq
Maksudnya ialah bahwa ikatan perkawinan itu akan putus dan berakhirnya hubungan suami isteri dalam rumah tangga apabila suami menjatuhkan talaq kepada isterinya. Atau dapat diartikan talaq adalah melepaskan atau mengakhiri ikatan perkawinan antara suami dan isteri dengan ucapan atau dengan tata cara yang ditetapkan.Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian (cerai gugat). Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Sehingga KHI mensyaratkan bahwa ikrar suami untuk bercerai (talak) harus disampaikan dihadapan sidang Pengadilan. Tampaknya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga menjelaskan hal yang sama seperti yang terdapat pada Pasal 66 ayat (1). Macam macam talak
a.Talak raj'i
Talak raj'i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri sebagai talak satu atau dua, yang di ikrarkan di depan sidang Pengadilan, dan suami diperbolehkan meruju'nya bila masih dalam masa iddah, tanpa diharuskan nikah baru.

b.Talak Ba'in
Secara etimologi, ba'in adalah nyata, jelas, pisah atau jatuh, yaitu talak yang terjadi karena isteri belum digauli oleh suami, atau karena adanya bilangan talak tertentu (tiga kali), dan atau karena adanya penerimaan talak tebus (khulu'),Talak ba'in dibagi menjadi dua macam, yaitu ba'in ugra dan ba'in kubra. Ba'in ugra adalah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru (tajdid an-nikah) kepada bekas isterinya. Dan juga Ba'in kubra adalah talak yang menghilangkan hak suami untuk nikah kembali kepada isterinya, kecuali kalau bekas isterinya telah kawin dengan laki-laki lain dan telah berkumpul sebagaimana suami isteri secara nyata dan sah, dan juga isteri tersebut telah menjalani masa iddahnya serta iddahnya telah habis pula.
Talak dilihat dari waktu mengucapkannya, dibagi kepada
a)Talak sunni
Adalah talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah (sesuai dengan yang telah digariskan oleh syara') . "Talak Sunni adalah talak (yang dijatuhkan kepada isteri yang telah) disetubuhi dan dijatuhkan pada waktu suci serta belum disetubuhinya pada waktu suci tersebut, bukan (dijatuhkan) pada waktu haid, wanita itu tidak dalam keadaan hamil, anak kecil dan tidak pula wanita monopouse, sementara ber'iddah dengan quru'.
b)Talak bid'i
Adalah talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntunan sunnah (sesuatau yang dilarang syara'). Artinya talak bid'i tersebut dijatuhkan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan syara'. Akan tetapi, dalam menjelaskan talak yang termasuk dilarang dalam kategori syara' itu, para ulama berbeda pendapat.
2.Gugatan Perceraian
Putusnya perkawinan karena Khulu.Khulu berasal dari kata khulu' al-saub yang berarti melepaskan atau mengganti pakaian pada badan, karena seorang wanita adalah pakaian bagi laki-laki, dan juga sebaliknya. Khulu' adalah salah satu bentuk perceraian dalam Islam yang berarti menghilangkan atau mengurungkan akad nikah dengan kesediaan isteri membayar uang 'iwad atau uang pengganti kepada suami dengan menggunakan pernyataan cerai atau khulu'. Bila terjadi cerai dengan cara khulu' maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada isterinya. Dari tinjauan sighat, khulu' mengandung pengertian "penggantungan" dan ganti rugi oleh pihak isteri. Perceraian akan terjadi bila isteri telah membayar sejumlah yang disyaratkan suami.
3.Putusnya perkawinan karena meninggal dunia (kematian)
Putusnya perkawinan karena kematian, terjadi karena salah satu pihak dalam perkawinan meninggal dunia, apakah itu suami atau istri, yang lebih dulu atau pun para pihak suami dan istri secara bersamaan meninggal dunia.Putusnya perkawinan karena kematian, merupakan kejadian yang berada diluar kehendak atau kuasa dari para pihak dalam perkawinan. Tidak terdapat campur tangan dari pasangan yang hidup lebih lama ataupun campur tangan pengadilan dalam hal ini. Putusnya perkawinan karena kematian sepenuhnya merupakan kehendak atau kuasa dari Allah. Putusnya perkawinan karena kematian lazim disebut dalam masyarakat kita dengan istilah cerai mati.

Alasan Perceraian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun