Mohon tunggu...
afrit wirabuana
afrit wirabuana Mohon Tunggu... Jurnalis - membahasakan visual

Selalu ingin belajar mengenai hal baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengungsi Perempuan Berdaya

16 Agustus 2024   21:31 Diperbarui: 16 Agustus 2024   21:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pidato ketua DPR RI Puan Maharani pada sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR RI dan DPD RI tahun 2024 mendapat respon positif dari anggota sidang yang hadir. Beberapa anggota sidang bahkan memberikan standing ovation atas pidato Puan. Selain itu sosok Puan juga merupakan wanita pertama yang duduk sebagai ketua DPR RI. Pidatonya pada 16 agustus 2024 dianggap membangkitkan motivasi perempuan indonesia dalam pembangunan yang inklusif. Berbagai hal dapat dilakukan perempuan untuk memberi kontribusi positif pada sektor apapun.

Salah satunya di Jakarta seperti yang dilakukan Hida melalui Mishka Project. Ia adalah perempuan yang mengajak perempuan lain berdaya, terutama para pengungsi perempuan yang sedang berada di Indonesia. Para pengungsi perempuan diajari untuk menjahit, melukis di kain, dan berkreasi membuat produk fashion yang bernilai. Selain itu, Hida juga menyisipkan sisi kepedulian terhadap lingkungan dengan memanfaatkan limbah kain yang ada untuk dijadikan produk fashion seperti tas dan pakaian. Tak hanya skill, para pengungsi ini juga akan mendapat sertifikat dari institusi terkait yang bermitra dengan Mishka Project. Tujuannya adalah agar para pengungsi ini mendapat pengakuan terkait kemampuan mereka. Hal ini diharapkan dapat jadi nilai tambah mereka untuk segera ditempatkan di negara ketiga.

Para pengungsi yang terlibat dalam Mishka Project ini merasa senang dan merasa terbantu dengan ilmu yang didapat. Walaupun ada diantara mereka yang tidak bisa menjahit, namun bukan hambatan untuk memunculkan kreatifitas dalam membuat produk fashion. Seperti yang diungkapkan salah satu pengungsi perempuan bernama Anqaa. Menurutnya, ide untuk memanfaatkan kembali limbah kain adalah ide yang baik. Ia merasa ide ini istimewa karena barang yang tidak berguna ternyata dapat menjadi hal lain yang bahkan bernilai ekonomi. Anqaa mengaku tidak mempunyai kemampuan untuk menjahit. Namun di sini ia dibebaskan untuk menuangkan imajinasinya membentuk limbah kain menjadi asesoris cantik yang bisa dipadukan dengan pakaian dan tas. Ini merupakan kesempatan untuk menaikkan skill sekaligus berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan mencintai bumi.

Aktivitas positif juga dilakukan Anisa, seorang pengungsi asal Afghanistan yang kini tinggal di Cisarua, Jawa Barat. Ia tiba di Indonesia tahun 2018 dengan keluarganya. Perempuan berusia 21 tahun ini sehari-hari aktif dalam kelas karate dan memegang sabuk coklat. Ia juga menyibukkan diri dengan menjadi pelatih di kelas fitness khusus perempuan, bersama dengan pelatih lain yang juga sesama pengungsi perempuan. Kemampuan Anisa dalam berbicara bahasa Inggris membuatnya ingin berbagi dan mengajarkan kebisaannya ke orang lain. Menurut Anisa, berbagai aktivitas yang ia lakukan membantunya untuk tetap sehat jiwa dan raga sambil meningkatkan value diri dan bersosialisasi. Karena baginya value ini akan sangat berguna dan memungkinkan negara ketiga untuk segera memberikan suaka baginya.

Menurut data dari UNHCR, ada 12.295 pengungsi di Indonesia. Jumlah tersebut termasuk 69% orang dewasa dan 29% anak-anak. para pengungsi ini terpaksa pergi dari negara asalnya karena konflik dan faktor keamanan. Namun setibanya di Indonesia/ ternyata tak seindah yang mereka bayangkan. Mereka tak bisa leluasa beraktivitas seperti masyarakat pada umumnya. Para pengungsi luar negeri tidak berhak atas berbagai akses dasar untuk hidup seperti pendidikan, kesehatan, kebebasan bekerja dan memperoleh pendapatan. Hal ini karena Indonesia bukanlah negara yang menandatangani perjanjian konvensi pengungsi 1951.

Tak heran jika mayoritas pengungsi di Indonesia selalu protes dan menuntut hak dasar hidup atas pertimbangan kemanusiaan, ditengah ketidakpastian menunggu untuk dapat berangkat ke negara ketiga. Meski demikian, tak sedikit pula pengungsi yang memilih melakukan aktivitas positif untuk bertahan hidup ketimbang harus berkeluh kesah setiap hari. Bagi mereka khususnya pengungsi perempuan yang masih mau bergerak, ini menunjukkan perjuangan yang tidak henti dan keinginan untuk selalu menumbuhkan harapan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun