Dapat disimpulkan bahwa petani penangkar benih adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menanam, merawat, dan menghasilkan benih padi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan mitra atau penyedia benih sedangkan perusahaan mitra atau penyedia benih (CV FBM) merupakan pihak yang memiliki peran sebagai penyedia benih unggul, teknologi, serta akses pasar.
Sebagai pihak yang memberikan kontrak kepada petani penangkar benih, perusahaan mitra berperan sebagai principal dalam hubungan kemitraan ini. Sedangkan Sebagai penerima kontrak dan pelaksana produksi benih, petani penangkar benih berperan sebagai agent dalam hubungan ini.
Kemitraan yang terjalin antara CV FBM dengan petani penangkar lebih cenderung menunjukkan pola kemitraan sub-kontrak. Kemitraan yang ideal membutuhkan mekanisme seleksi yang tepat untuk memastikan bahwa petani yang bermitra benar-benar mampu memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan mitra.
Adverse selection terjadi dalam kemitraan antara CV Fiona Benih Mandiri (FBM) dan petani padi, terutama terkait pengelolaan input seperti benih, pupuk, dan pestisida. CV FBM memproduksi benih padi bersertifikasi, namun tidak memberikan panduan yang memadai kepada petani mengenai cara pembenihan yang benar. Kurangnya pengetahuan petani mengakibatkan hasil produksi padi tidak optimal. Kondisi ini mendorong beberapa penangkar benih melakukan kecurangan dalam pola kemitraan untuk memperoleh keuntungan lebih, sehingga pola kemitraan menjadi tidak efisien dan tidak berjalan sesuai tujuan.
Moral hazard terjadi ketika pelaku tidak menanggung sepenuhnya risiko tindakannya, seperti dalam kasus kemitraan antara CV FBM dan petani padi. CV FBM tidak menjalankan kewajiban sesuai perjanjian, termasuk tidak memberikan pelatihan dan pendampingan intensif kepada petani. Transfer pengetahuan hanya dilakukan secara informal dan terbatas pada berbagi pengalaman. Selain itu, penggunaan input seperti pupuk dan pestisida oleh petani, baik mitra maupun non-mitra, sering tidak sesuai dosis yang dianjurkan. Akibatnya, CV FBM mendapatkan keuntungan lebih karena tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk edukasi petani, tetapi kemitraan menjadi tidak optimal.
Hubungan kemitraan bermanfaat besar keuntungan yang relatif stabil dengan adanya kepastian pasar. Sedangkan manfaat bagi pihak mitra adalah adanya kepastian memperoleh bahan baku sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Â
Arifin, F. I., & Hapsari, T. D. (2019). Pola Kemitraan Petani Padi Beras Merah Organik dengan PT. Sirtanio Organik Indonesia di Kabupaten Banyuwangi. UNEJ e-Proceeding.
Elizabeth, R., Em, G. I., & Ivan, G. S. (2021). Akselerasi Pengembangan Agribisnis, Kelembagaan Kemitraan Implementasi Mewujudkan Pensejahteraan Petani Hortikultura. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 7(2), 1726-1739.