Sebagai pihak yang memberikan kontrak kepada petani penangkar benih, perusahaan mitra berperan sebagai principal dalam hubungan kemitraan ini. Perusahaan ini adalah pihak yang memiliki kepentingan utama untuk memastikan produksi benih padi yang efisien dan berkualitas tinggi. Mereka bertindak sebagai pihak yang memiliki informasi pasar dan kendali atas standar kualitas benih padi yang dihasilkan.
Berikut hak perusahaan mitra yang berperan sebagai principal :
- Mengatur standar produksi: Perusahaan mitra menetapkan standar kualitas benih yang harus dipenuhi oleh petani penangkar benih.
- Menentukan harga dan jumlah produksi: Perusahaan mengatur harga jual dan kuota produksi benih yang harus dihasilkan oleh petani.
- Mengawasi dan mengevaluasi kinerja: Perusahaan memiliki hak untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja petani penangkar benih, baik dari segi kualitas maupun kuantitas produksi.
Berikut kewajiban perusahaan mitra yang berperan sebagai principal :
- Memberikan dukungan teknis dan pelatihan: Perusahaan mitra bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan, teknologi, dan informasi terkait praktik pertanian yang baik, sehingga petani dapat menghasilkan benih dengan kualitas yang sesuai standar.
- Menjamin pasar untuk hasil produksi: Perusahaan harus memberikan jaminan pembelian atas hasil produksi benih dari petani penangkar.
- Menangani masalah perjanjian: Jika ada masalah atau perselisihan mengenai kualitas atau kuantitas hasil produksi, perusahaan mitra wajib menangani hal tersebut sesuai dengan perjanjian kontrak yang ada.
Proses Adverse Selection pada Kemitraan Penangkar Benih
Adverse selection merupakan jenis asimetri sebuah informasi atau juga bisa disebut dengan ketidakseimbangan informasi antara satu pihak dengan pihak lain, berpotensi dimana terdapat salah satu pihak yang memiliki informasi lebih dibandingkan pihak -- lainnya (Suprapty, B., dkk. 2024). Adverse selection yang terjadi dikarenakan terdapat ketidaksempurnaan dalam pola kemitraan antara CV. Fiona Benih Mandiri (FBM) dengan petani padi yang melakukan kemitraan, terutama pengelolaan input benih padi, pupuk, dan pestisida. CV FBM memproduksi benih padi berlabel sertifikasi. Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, CV FBM melakukan kemitraan dengan petani penangkar benih padi di daerah sekitar, karena kurang nya pengetahuan petani dalam pembenihan, hasil produksi padi menjadi tidak maksimal. Disebabkan CV FBM tidak memberikan tata cara pembenihan menggunakan produk benih yang dihasilkan oleh CV FBM sendiri dengan benar. Hal tersebut menyebabkan penangkar benih melakukan kecurangan dalam pola kemitraan ini untuk mendapatkan keuntungan lebih.
Moral Hazard pada Kemitraan Penangkar Benih
Moral hazard merupakan jenis asimetri informasi yang mana ada pihak yang dapat mengamati langsung manajemen suatu perusahaan dan ada pula pihak yang mempunyai kepentingan yang sama namun tidak dapat mengamati secara langsung. Hal ini biasanya disebabkan oleh pemisahan kendali. Dapat kita simpulkan bahwa moral hazard adalah suatu aktivitas yang terjadi ketika salah satu pihak mempunyai informasi lebih banyak dan melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam kontrak (Paramata, A. M., dkk. 2024).
Moral Hazard biasa terjadi karena pelaku tidak lagi menanggung semua resiko dari tindakannya yang melakukan kecurangan, seperti pada perusahaan mitra yang melaksanakan kemitraan dengan petani padi yang tidak sesuai perjanjian sehingga kemitraan yang terjalin tidak optimal. Selain itu perusahaan mitra yaitu CV FBM tidak menyediakan pelatihan dan pendampingan terhadap petani secara intensif. CV FBM juga Transfer knowledge yang hanya bersifat informal dan juga hanya sekedar sharing pengalaman. Penggunaan Input yang tidak tepat pada Petani, baik yang bermitra maupun yang tidak, cenderung menggunakan input seperti pupuk atau pestisida tidak sesuai dosis anjuran (sebagian melebihi, sebagian kurang). Hal ini menyebabkan perusahaan mitra lebih diuntungkan karena tidak mengeluarkan biaya tambahan untuk memberi ilmu kepada petani yang bersangkutan.
Manfaat kemitraan kontrak
Bagi petani, hubungan kemitraan bermanfaat besar keuntungan yang relatif stabil dengan adanya kepastian pasar. Sedangkan manfaat bagi pihak mitra adalah adanya kepastian memperoleh bahan baku sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan (Elizabeth, R., dkk., 2021). Menurut Restiyana, R. 2022 bahwa sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan (Restiyana, R., 2022) antara lain produktivitas bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani, melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti, efisiensi erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan, sosial kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan social, ketahanan ekonomi nasional usaha kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi.
Kesimpulan