Kemenangan Arema pada Senin lalu (18/07) membuat saya kembali meniatkan diri untuk mengikuti perkembangan ISC A. Liburnya kompetisi – kompetisi Eropa bukanlah penyebab mutlak bagi saya untuk kembali meluangkan waktu menonton (lagi) pertandingan – pertandingan ISC A. Sesi bincang – bincang komentator (itu loh, sesi prediski sebelum pertandingan) yang justru membuat saya kembali tertarik mengikuti perkembangan ISC A 2016. Kalimat “mampukah Arema merebut kembali puncak klasemen dengan mengalahkan Persela Lamongan dalam Derby Jawa Timur hari ini” awalnya tidak menimbulkan rasa penasaran saya. Toh, di hampir setiap liga pun, kalimat ini rasanya sering diucapkan oleh komentator. Namun, ketika tabel klasemen dimunculkan saya sedikit terkejut melihat siapa yang berada di posisi pertama.
Bukan Mutiara Hitam atau Laskar Wong Kito yang merajai ISC A sampai pekan ke – 10 lalu. Adalah tim berlogo banteng, yaitu Madura United yang mampu mengejutkan saya dengan merebut singgahsana puncak klasemen sementara. Walaupun sempat terkejut, beberapa menit kemudian saya berkata dalam hati “palingan ini kejutan di awal musim, toh baru 10 pertandingan juga”. Tanpa bermaksud meragukan, prediksi ini didasarkan pada pengalaman di liga – liga top Eropa yang sudah saya ikuti, dimana memang selalu ada tim – tim kejutan yang sbercokol di papan atas klasemen dalam beberapa pekan awal liga .
Kejutan dari MU ini membuat saya tertakir untuk menganalisis faktor atau kekuatan yang dimiliki oleh Madura United. Dengan berbekal menonton pertandingan Madura United melawan PSM Makassar saya mencoba menganalisis faktor – faktor yang bisa membuat Madura United berada di papan atas klasemen hingga saat ini.
Tidak Banyaknya Pemain Bintang.
Bagi saya faktor inilah yang akan menjadi kunci untuk membuat Madura United bisa tampil solid hingga akhir musim nanti. Ketika saya googling untuk mencari tahu bagaimana komposisi pemain MU hanya beberapa pemain cukup familiar bagi saya. Fabiano Beltrame, Bayu Gatra dan Pablo Rodriguez adalah nama – nama tersebut, sisanya mungkin saya lupa – lupa ingat. Saya pun mengambil kesimpulan bahwa Madura United ini bukanlah tim yang bertabur bintang seperti Persib Bandung, Persipura ataupun Sriwijaya FC. Namun, mereka berhasil merangsek ke papan atas dan sempat merajai klasemen papan atas ISC A di pekan ke-10.
Tidak banyaknya pemain bintang dalam suatu tim memang dapat membawa pengaruh yang baik bagi tim. Kondisi ini membuat tim tidak akan bergantung pada 1 atau 2 orang saja di lapangan, sehingga seluruh pemain akan mencoba untuk bermain sebagai 1 tim. Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana Portugal berhasil menjuarai Piala Eropa tanpa seorang Cristiano Ronaldo. Saya rasa itu juga yang saat ini membuat Madura United berhasil meraih 7 kemenangan dari 11 pertandingan yang mereka mainkan
Permainan Umpan – umpang Panjang
Kendati memiliki singkatan yang sama dengan Manchester United, Madura United justru tidak memiliki filosofi yang sejalan dengan Setan Merah. Bukan mengutamakan penguasaan bola seperti yang ditunjukan United dalam 2 musim terakhir, Madura United arahan Gomez de Oliviera justru memilih untuk memainkan bola – bola panjang (seperti dalam pertandingan melawan PSM Rabu lalu). Lalu seperti apa hasilnya? Setidaknya ada 3 peluang (yang saya ingat) berawal dari skema umpan panjang Madura United.
Yang pertama ialah insiden jatuhnya Pablo Rodriguez di kotak terlarang. Berawal dari kesalahan bek PSM dalam melakukan passing, pemain MU yang menerima bola langsung mengirim bola menuju kotak pinalti lawan. Pablo Rodriguez yang mampu meraih bola tidak bisa mengontrolnya karena dilanggar oleh kiper PSM. Pablo sebagai eksekutor sukses mengeksekusi penalti.
Lalu Anda tentu ingat 2 peluang Slamet Nurcahyo bukan? Peluang – peluang itu berawal dari umpang panjang. Erick Weeks yang menerima bola dari lini belakang meneruskannya kepada Slamet. Sayangnya Slamet Nurcahyo belum mampu mengkonversi menjadi gol. Walau hanya berhasil berbuah satu gol, permainan umpan panjang yang ditunjukan MU bisa menimbulkan ancaman bagi lini belakang lawan.