"Kita sudah melalui tiga tahun yang menyakitkan dan saya kira 18 bulan atau 2 tahun berikutnya akan sama. Hingga manager kita punya tiga atau empat bursa transfer untuk mendapatkan tim yang benar-benar ia inginkan, saya kira tim ini akan terus kehilangan jati diri."
Pernyataan Scholes terkait dengan kekalahan Manchester United dari Fenerbahce dini hari (waktu Indonesia) tadi rasanya sangat tepat. Untuk kedua kalinya United harus pulang tanpa poin di ajang UEFA Europa League 2016/2017. Namun, bila ditilik lebih lanjut kekalahan ini menjadi warning yang sangat serius bagi MU - setidaknya untuk sisa musim ini.
Pertama, derita kalah dari Fenerbahce saat laga away membuat Setan Merah untuk pertama kalinya dalam sejarah klub mengalami 5 kekalahan berturut - turut selama melakoni partai tandang di kompetisi Eropa (Liga Champions dan Liga Europa). Kedua, United tengah mengalami fase krisis gol dimana mereka hanya mampu mencetak 2 gol dari 71 tembakan ke arah gawang di semua kompetisi dalam 4 pertandingan terakhir yang dijalani. Sungguh suatu kondisi yang memprihatinkan!
Namun, ada hal lain yang - menurut pendapat penulis - patut diperbaiki lebih dahulu adalah persoalan non teknis yang bukan sekedar terkait bagaimana menempatkan 2 bek tengah yang kokoh di depan kiper, mengirimkan bola dari tengah ke lini depan ataupun cara menembak dari jarak jauh untuk mencetak gol. Persoalan non teknis inilah yang menjadikan Fenerbahce mampu mengalahkan Man United.
"Saya rasa mereka (Fenerbahce) memang pantas menang. Sepakbola bukan cuma soal kualitas. Sepakbola juga tentang usaha, komitmen, bermain sampai batas dan memberikan segalanya di atas lapangan," ujar The Special One menanggapi hasil dari pertandingan ke-4 Europa League musim ini. Usaha serta komitmen untuk bermain sampai (bahkan melebihi) bataslah yang kurang melekat dari diri pemain - pemain MU, itulah persoalan yang mesti diselesaikan lebih dahulu. Meminjam istilah yang disampaikan oleh Presiden kita saat ini, Joko Widodo, Manchester United perlu segera melakukan Revolusi Mental!
Sungguh sesuatu yang ‘menggregetkan’ ketika Anda sebagai suporter harus melihat tim kesayangan kebobolan di menit - menit awal. Tambah greget lagi saat harusnya tim kesayangan menyerang dengan gigih ke gawang lawan, eh, yang terjadi justru bola dikirim ke sayap, dioper ke tengah kembali ke sayap lalu dioper lagi ke tengah. Seakan - akan mencoba untuk tetap menguasai bola sepanjang pertandingan, padahal alternatif yang dapat dilakukan adalah menyisir sisi lapangan dan melakukan crossing - crossing yang bisa membahayakan gawang lawan. Bisa dibilang inilah yang terjadi saat MU dikalahkan tadi.
Yang tambah meresahkan, saat kehilangan bola dan Fenerbahce melakukan counter attack, tidak terlihat usaha lebih yang diberikan untuk mencoba merebut bola dan membantu pertahanan. Mental untuk bermain ngotot, penuh usaha dan komitmen untuk memenangkan pertandingan sepertinya mulai terkikis dari United. Ini bukanlah persoalan yang baru muncul musim ini, ini adalah persoalan selama 3 tahun yang berat paska ditinggal oleh salah satu manager terbaik United, Sir Alex Ferguson.
Sebagai pembanding, di era Ferguson dunia sepak bola mengenal istilah Fergie Time. Seringkali ini dikaitkan dengan injury time yang diberikan oleh official pertandingan ketika United bermain, utamanya saat kalah. Saat Ferguson masih melatih MU tak bisa dipungkiri memang waktu tambahan yang diberikan seringkali adalah 3 atau 4 menit - bahkan beberapa kali sempat mencapai angka 5.
Namun, istilah Fergie Time sebetulnya merupakan penanda mentalitas United, yaitu bermain ngotot, penuh determinasi dan memberikan segalanya untuk tidak kalah, lebih jauh lagi untuk menang tentunya! Paling dikenang tentunya, momen come back final UCL 1998/1999 dimana Man United mampu membalikkan kedudukan menjadi 2 - 1 dan keluar sebagai jawara dengan mengalahkan Bayern Munich.
Selain itu masih ada beberapa laga lain yang menunjukkan mentalitas kegigihan pemain United. Sebut saja, kemenangan 5 - 3 atas Tottenham pada tahun 2001, kemenangan 4 - 3 atas Manchester City di tahun 2009. Sayangnya selepas Fergie pensiun, MU seolah kesulitan untuk bisa come back ketika tertinggal lebih dahulu. Yang paling anyar dan berkesan ialah pertandingan Final FA Cup musim lalu, dimana Setan Merah mampu memenangkan pertandingan dengan skor akhir 2 - 1, bahkan saat bermain dengan 10 orang.
Mental main ngotot dan pantang menyerah yang mulai luntur inilah yang sepertinya menghambat United untuk kembali berjaya di Premier League. Sebabnya mungkin saja karena mayoritas pemain yang ada saat ini masih berumur singkat di United sehingga perasaan bangga dan memiliki bisa saja belum begitu melekat yang berdampak pada kurang gigihnya tim untuk merebut kemenangan.