"Ada keperluan apa ke Makassar,Pak?" Saya penasaran.
"Saya diundang untuk mengisi kuliah di Unhas."
Beliau kembali ke tempat duduk. Saya lalu mencari namanya di lembaran PIS (Passenger Information Sheet). Nama yang sangat familiar. Masih dalam lingkaran elit istana.
"Pencarian" saya berlanjut ke Google. Dan entry yang muncul justru malah didominasi oleh berita yang tidak sedap tentang beliau. Dugaan korupsi,setoran dana ilegal,hingga tuduhan "hubungan spesial" dengan presiden. Media seolah berlomba-lomba memberikan "cap" buruk.
Andai gelas saya sudah penuh oleh "sampah pemberitaan" tentu akan sulit bagi saya menerima sikap arif dan pandangan beliau yang "beda" dari orang kebanyakan. Cara berpikirnya yang kritis tentu tak akan membuat saya terkesan jika gelas saya tidak lagi kosong.
Limpahan informasi di zaman digital seperti sekarang,pada satu sisi memang membuat kita jengah. Arus informasi datang dari segala penjuru,namun kebenaran masih saja abu-abu. Terlebih media hari ini yang tak lagi independen. Susah memilih mana yang benar dan mana yang merupakan "pesanan".
Dengan mengosongkan gelas, kita bersiap mengisi lautan ilmu dan pengalaman baru dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H