Baru-baru ini media di Indonesia dihebohkan dengan peristiwa razia warung makan di Serang, Banten yang dilakukan oleh petugas SatPol PP. Peristiwa itu terjadi tepat di hari ke 3 puasa atau Rabu, 8 Juni 2016 lalu. Razia ini dilakukan di warung makan milik Justriani (50) di di Pasar Rau Kota Serang, Banten. Petugas SatPol PP kala itu langsung menyerobot masuk ke warung Eni, panggilan sehari-hari Justriani, di Pasar Rau Kota Serang. Razia ini dilakukan lantaran Eni dianggap melanggar Peraturan Daerah (Perda).
Semua lauk pauk yang baru matang diangkut petugas sampai tidak tersisa. Sambil menangis, ibu tersebut memohon kepada petugas Satuan Polisi Pamong Praja agar tidak mengangkut makanan jualannya. Namun, para petugas tersebut tidak memperdulikannya, seluruh dagangan ibu tersebut diangkut oleh petugas. Seluruh makanan yang berada di etalase dan panci pun dituang paksa oleh petugas ke dalam beberapa kantung plastik.
Akibat kejadian ini Eni mengalami kerugian mencapai Rp 600.000 dikarenakan warung tempat dia berjualan baru buka dan masakan-masakannya baru saja matang, sehingga usahanya belumlah balik modal, hasil penjualannya waktu itu hanya sebesar Rp 6.000 saja.
Kepala SatPol PP Kota Serang Maman Lufti mengklaim bila razia warung makan yang dilakukan anak buahnya di sejumlah wilayah Kota Serang sudah sesuai aturan. Menurutnya, razia yang digelar sudah sesuai aturan berupa Perda dan juga surat edaran walikota Serang. Tapi tetap saja cara SatPol PP dalam merazia warung-warung makan yang buka di jam puasa tidaklah manusiawi karena dilakukan secara paksa dan sangat mendadak, tanpa ada peringatan terlebih dahulu kepada para pedagang warung makan.
Hal ini tidaklah sesuai dengan semboyan Bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, memang negara kita mayoritas islam tetapi bukan negara islam. Perilaku SatPol PP tersebut tidaklah menghargai orang-orang yang tidak berpuasa dan juga tidak menghargai yang mencari nafkah secara legal. Ibadah puasa seharusnya dilakukan dengan kesadaran masing-masing pribadi, bukan karena dipaksakan. Seharusnya orang yang berpuasa tidaklah melarang orang lain yang tidak berpuasa untuk makan, karena itu tidak mencerminkan ibadah yang sesungguhnya. Orang yang berpuasa harus mampu menahan hawa nafsu tanpa harus melarang hak-hak orang yang tidak berpuasa.
Perilaku SatPol PP tersebut juga sangat tidak pantas karena semena-mena terhadap rakyat kecil. Justriani hanyalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Ibu ini juga sudah melakukan tidakan untuk menghormati orang-orang yang berpuasa dengan menutupi warungnya dengan tirai, sehingga warungnya menjadi lebih tertutup. Dan yang lebih tidak adil adalah SatPol PP tidak melakukan hal serupa kepada tempat makan yang lebih mewah seperti restoran-restoran. Apakah berjualan makanan disaat bulan puasa adalah hal yang salah? Banyak orang-orang lain yang membutuhkan makanan, seperti orang-orang non muslim, para wanita yang sedang datang bulan, orang-orang yang melakukan perjalanan jauh, dan masih banyak alas an lain yang menyebabkan orang tidak berpuasa. Banyak juga yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan berjualan. Seharusnya Bulan Ramadhan adalah bulan yang berkah, bukan malah membuat orang kehilangan pekerjaannya.
Mungkin memang tidak sepenuhnya adalah kesalahan SatPol PP, karena mereka hanya menjalankan tugas dari pemerintah setempat, tetapi cara mereka merazialah yang menjadi masalah. Seperti dikatakan Alkitab di dalam (Matius 7:1) "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”, seharusnya SatPol PP tidak menghakimi dengan paksa dan tidak semena-mena terhadap rakyat kecil. Siapa menindas orang yang lemah, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia (Amsal 14:31). Toleransi beragama sangatlah harus di junjung. Umat Muslim dapat menjalankan kewajiban ibadah puasa tanpa mengusik umat beragama lain yang tidak berpuasa, begiyu pula sebaliknya. Karena Tuhan telah memberikan peringatan kepada manusia di dalam (Efesus 4 : 32) “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra da saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”.
Dapat diambil pelajaran dari peristiwa tersebut, bahwa kurangnya kesadaran terhadap penegakan keadilan di negeri kita ini. Walaupun memang mengikuti hukum yang sudah ditetapkan tetapi peraturan tersebut tidaklah adil dan tidak mencerminkan toleransi umat beragama. Tuhan tidak ingin umat-umatnya saling menghakimi dan merugikan. Amal ibadah pada saat berpuasa akan sia-sia jika perilaku kita membuat orang lain menderita, seperti yang di alami ibu Justriani sampai-sampai dia harus kehilangan pekerjaan dan pemasukannya pada hari it. Peristiwa ini sampai membuat Gubernur Banten Rano Karno angkat suara dengan meminta agar razia dilakukan dengan cara yang manusiawi. Langkah yang persuasif dan humanis dalam menegakkan aturan harus diutamakan. "Toleransi ada karena sadar bahwa kita tak selalu sama. Mari kita rayakan kemajemukan dengan penuh rasa syukur, dengan taburan rahmat dan limpahan kasih sayang," jelasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H