Mohon tunggu...
Afri Emilia
Afri Emilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pertahanan

Mahasiswa Diplomasi Pertahanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keamanan Manusia di Asia Tenggara

11 Mei 2024   10:10 Diperbarui: 11 Mei 2024   10:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wacana keamanan di Asia Tenggara, menggambarkan orientasi keamanan yang condong ke dalam, dengan fokus pada stabilitas internal dan persatuan nasional maupun ideologis. Prioritas utama sebagian negara-negara di kawasan Asia Tenggara adalah pembangunan negara dan pembangunan ekonomi. Orientasi keamanan yang condong ke dalam kemudian menjadi cerminan dari berbagai tantangan keamanan yang ada di setiap negara kawasan, seperti pemberontakan, terorisme dan kekerasan politik.

Konflik kekerasan, kemudian merupakan ancaman bagi keamanan manusia pula. Dalam aspek keamanan manusia, ada dua aspek yang harus terpenuhi, yang kemudian dapat dikatakan bahwa keamanan manusia itu terpenuhi, yaitu freedom from fear dan freedom from want. Lalu pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah pendekatan yang berpusat pada keamanan manusia dapat benar-benar membantu menangani konflik internal di Asia Tenggara? Oleh karena itu, tulisan ini hadir untuk membahas keamanan manusia dalam konteks konflik internal di kawasan dan mengidentifikasi isu-isu utama yang mendasari ketika mempertimbangkan keamanan manusia dalam konteks domestik masing-masing negara kawasan.

Secara historis, ada berbagai konflik internal yang penuh kekerasan di Asia Tenggara dalam sejarah beberapa kekerasan terburuk di abad kedua puluh. Misalnya, Khmer Merah membunuh sekitar seperempat populasi di Kamboja antara tahun 1975 dan 1979. Kerusuhan anti-komunis yang terjadi di Indonesia, setelah transisi dari Sukarno ke Suharto selama tahun 1960-an merenggut sekitar 400.000 nyawa. Gerakan separatis di Aceh, yang merenggut sekitar 2.000 nyawa. Korban pasca invasi di Timor Leste yang berjumlah sekitar 50.000 orang tewas seketika dan 50.000 orang meninggal karena berkekurangan. Di Myanmar, meskipun tidak ada angka yang pasti, sekitar 600.000 pengungsi telah dicatat sebagai akibat dari konflik yang ada.  Sejumlah negara di Asia Tenggara bahkan termasuk di antara negara-negara yang paling rawan konflik antara tahun 1946 dan 2003: Myanmar (232 tahun konflik), Filipina (86 tahun konflik), Republik Vietnam (36 tahun konflik), dan Thailand (35 tahun konflik), dan Thailand (35 tahun konflik). Ada 3 negara yang kemudian menjadi fokus konflik internal untuk mengeksplorasi keamanan manusia di Asia Tenggara, yaitu Thailand, Filipina dan Indonesia.

  • Thailand Selatan

Konflik yang terjadi di Thailand Selatan adalah konflik kekerasan antara Melayu-Muslim dan Thai-Buddha. Konflik membesar dari upaya asimilasi yang coba dilakukan oleh elit politik lokal yaitu melarang penggunaan bahasa minoritas di kantor pemerintahan dan menggantinya dengan bahasa Thai sebagai bahasa nasional; penekanan pada agama Buddha sebagai agama nasional (berdampak pada pelarangan agama dan hukum Islam di Selatan); dan mengharuskan setiap penduduk di Thailand untuk mengganti nama menjadi nama Thailand.

  • Filipina Selatan

Konflik yang terjadi di Filipina Selatan adalah konflik kekerasan antara Muslim Moro dan Pemerintah Filipina, yang dalam hal ini condong ke Non-Muslim, akibat rezim kolonial Spanyol dan perluasan ekspansinya. Menurut Undang-Undang 1919 bahkan dikatakan bahwa seorang Kristen Filipina dapat mengajukan kepemilikan pribadi hingga 24 hektar tanah sementara seorang non-Kristen hanya dapat meminta sekitar 10 hektar. Akhirnya, Moro kehilangan kepemilikan atas tanah leluhur mereka. Apalagi, pemerintah mendorong korporasi asing untuk beroperasi di Mindanao. Alhasil, agribisnis milik korporasi transnasional tumbuh subur di Mindanao. Mineral kaya, tembaga, dan batubara di wilayah tersebut dieksploitasi oleh perusahaan pertambangan.

  • Indonesia

Indonesia telah mengalami banyak kekerasan yang mengerikan sepanjang sejarahnya. Beberapa konflik komunal di Indonesia, seperti pada tahun 1999, ratusan orang terbunuh sebagai akibat berulangnya konflik antara masyarakat adat (Dayak) dan pendatang (Madura) di Kalimantan Barat. Konflik antara Kristen dan Muslim juga terjadi di Poso, Sulawesi. Namun, konflik tersebut dikatakan juga didasarkan pada perebutan kekuasaan antara elit lokal. Konflik serupa juga terjadi di Ambon (Maluku), di mana sekitar 4.000 - 10.000 orang dikatakan tewas. Konflik komunal juga terjadi secara berkala di Lombok, Bali Timur, di Kupang di Timor Barat, Jawa Barat dan Jawa Timur. Banyak pemahaman yang mengatakan bahwa lonjakan kekerasan di berbagai tempat di Indonesia terjadi akibat kejatuhan Suharto.

Kasus-kasus konflik kekerasan di Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan beberapa wilayah Indonesia menggambarkan beberapa isu penting terkait dengan akar penyebab konflik tersebut dan keamanan manusia. Kasus-kasus konflik ini menunjukkan bahwa rasa ancaman masyarakat bersumber dari berbagai sumber baik dari kekerasan langsung maupun tidak langsung. Secara keseluruhan, perasaan terancam masyarakat di Thailand selatan, Filipina selatan, dan beberapa wilayah Indonesia terkait dengan terancamnya kebutuhan mereka -- baik dari ekonomi, kesehatan, lingkungan, budaya, atau politik. Kebutuhan tersebut adalah tentang 'freedom from want', sedangkan kekerasan yang sedang berlangsung - apakah itu dari kelompok bersenjata atau otoritas negara - adalah tentang 'freedom from fear'. Kekerasan dalam hal ini kemudian dijelaskan dari perspektif yang lebih dalam dan kompleks, yaitu human security, yang menawarkan analisis kekerasan yang lebih dalam dan lebih komprehensif.

Kasus-kasus konflik kekerasan dari Asia Tenggara yang telah dipaparkan sebelumnya juga membuktikan bahwa terdapat hubungan intrinsik antara kekerasan dan ancaman terhadap keamanan manusia. Untuk mencapai keamanan manusia, semua orang dalam masyarakat harus menilai kembali ancaman apa yang ada, siapa yang terpengaruh, bagaimana pengaruhnya, jenis perlindungan khusus apa yang diperlukan, dan oleh siapa akan diberikan. Kajian ulang akan mengungkap kompleksitas masalah keamanan aktual di setiap masyarakat. Proses pemerintahan dan politik dalam negeri harus mampu menangani berbagai pandangan. Ancaman keamanan yang sebenarnya seringkali lebih kompleks daripada yang mungkin terlihat, dan mungkin mencakup sejumlah aktor yang memiliki tingkat akses yang berbeda ke kekuasaan.

Hal yang menjadi tantangan sekaligus kritik terkait human security di Asia Tenggara bahwa sampai saat ini penerapan human security di Asia Tenggara masih terbilang belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Sampai saat ini masyarakat Asia Tenggara masih belum merasakan freedom from want dan freedom from fear. Sampai saat ini konflik-konflik yang disebutkan sebelumnya masih terngiang di beberapa masyarakat Asia Tenggara dan masih menjadi ketakutan. Keamanan manusia ini kemudian merupakan dan menjadi hal yang sangat penting dalam tatanan masyarakat saat ini, dan untuk mencapai keamanan manusia ini membutuhkan upaya kerja sama dari semua aktor dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun