Mohon tunggu...
Afriantoni Al Falembani
Afriantoni Al Falembani Mohon Tunggu... Dosen dan Aktivis

Menulis dengan hati dalam bidang pendidikan, politik, sosial, fiksi, filsafat dan humaniora. Salam Sukses Selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Positive Parenting, Membangun Jiwa Anak dengan Perkataan Positif

11 April 2018   14:08 Diperbarui: 11 April 2018   20:19 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua(Shutterstock)

Afriantoni

(Pemerhati Pendidikan)

Orangtua sering kali menjadikan anak sebagai curahan kesalahan. Kata-kata yang keluar dari mulut orangtua kadang cenderung kasar, tapi semua tanpa sadar.  Perkataan itu, begitu saja keluar dan lancar menghujam hati anak. Sedangkan orangtua entah sadar atau tidak. Tapi begitulah faktanya.

Mengedukasi orangtua terkadang lebih sulit ketimbang mengajari anak agar bertindak dan berperilaku baik. Sering kali kita mendengar orangtua mengungkapkan kata-kata jangan. Misalnya: jangan lari, jangan lempar, jangan pukul teman, jangan teriak-teriak, jangan berantem, jangan rusak mainan, jangan merengek, dan jangan rusak mainan bunda. Semua kata-kata jangan ini akan berpengaruh negatif bagi anak.

Perkataan negatif membuat jiwa anak negatif. Kecenderungan pengasuhan anak seperti ini adalah otoriter. Pola ini mengarah pada hukuman-hukuman fisik dan mental. Pola seperti ini bisa membuat anak menjadi penurut dan terlihat baik. Tetapi bahayanya, pola ini meninggalkan beban psikologis cukup dalam bagi anak. Pola ini membuat anak lambat dalam perkembangan dan pertumbuhan mentalnya.  

Dampak lainnya dengan menerapkan pola asuh tersebut juga dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya anak. Parahnya lagi, anak menjadi pendiam, pemalu, tidak percaya diri, tidak kreatif, dan terlalu takut pada otoritas, serta tidak berani mengutarakan pendapat pribadi. Hal ini lambat laun menyebabkan aktualisasi diri anak untuk menjadi dewasa menjadi kurang optimal.

Bagaimana membangun pandangan positif bagi anak. Seharusnya orangtua menerapkan perkataan yang baik dan pola asuh yang positif. Melalui pendekatan ini, orangtua dapat menjalin relasi  yang baik dan saling menghargai dengan anak. Hal ini dimaksudkan agar potensi dasar anak dapat berkembang secara optimal. Selain itu, anak juga dapat belajar untuk melatih dirinya agar mampu melakukan negosiasi bila menghadapi perbedaan pendapat. Dalam konteks ini, maka orangtua perlu memfasilitasi semua kondisi yang tanpa kekerasan, namun dilakukan secara konstruktif.

Untuk itu pada prinsipnya dalam penerapan positive parenting berupa upaya orangtua untuk menjadi pendengar yang aktif setiap omongan dan obrolan anak, menghargai pendapat anak, dan memberikan penghargaan terhadap perilaku anak yang dinilai baik.

Selain itu, demi menerapkan positive parenting terhadap anak, maka orangtua dapat secara bertahap menerapkan disiplin yang konsisten dilandasi oleh pengertian anak terhadap pentingnya disiplin diri, sesuai dengan tahapan perkembangan jiwa anak. Terakhir, orangtua dapat menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak berkomunikasi dan berinteraksi dengan orangtua.

Hal yang tidak kalah pentingnya kemampuan orangtua mengisi waktu emas bersama anak. Anak senang diberikan kasih sayang, ia akan terbantu dan merasa aman karena ada waktu yang bisa ia nikmati bersama orangtua. Isi kegiatan tersebut dengan hal yang membuat anak senang dan nyaman, misalnya membacakan dongeng atau berjoget bersama sambil tertawa-tawa.

Hal-hal lain untuk menjawab larang yang sering dilontarkan orangtua pada anak sebagaimana di atas, maka orangtua dapat mengatakan hal-hal misalnya: yuk jalan saja, mainannya ditaro di bawah aja ya, temannya disayang ya, coba ngomong yang pelan, yuk main bareng-bareng, begini lho cara mainnya yang benar, ayo bicaranya yang jelas, dan bunda pinjem HP nya ya, adek main yang ini aja. Kalimat-kalimat ini justru memberikan motivasi bagi anak untuk mengembangkan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun