Disebutkan bahwa data UNESCO dari 1000 warga Indonesia, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Hal ini menunjukkan rendahnya budaya literasi di Indonesia. Termasuk di Sumsel.
Berdasarkan data dari Association For the Educational Achievement(1992), Jepang dan Finlandia termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sedangkan Indonesia masuk pada peringkat dua terbawah dari dari 30 negara. Survei dari Program for International Students Assessment(PISA) tahun 1997, Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara. Pada tahun 2000 Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara yang di survei. Data statistik UNESCO tahun 2012 menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.Â
Untuk itu peran pemerintah provinsi perlu memberikan perhatian lebih agar budaya literasi dapat tumbuh dan berkembang.
Beberapa hari lalu terdapat status di Facebook dari seorang akademisi UIN Raden Fatah yang mengutip pendapat Anis Baswedan,"Orang kita sekarang minat baca tinggi, daya baca rendah. Baca WA berjam-jam sanggup, tapi disuruh baca buku serius tidak sanggup". Begitu anak zaman sekarang baca status atau WA sangat tahan dan terkadang senyum sendiri.
Kegelisahan tersebut bukan hal baru tetapi sudah sejak sepuluh tahun terakhir belum menemukan solusi untuk kebangkitan literasi di Indonesia. Kalau di Jawa mulai dari PAUD, SD dan seterusnya sudah dimulai tetapi masih berlangsung parsial.
Gerakan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi sudah ada tetapi apakah yang dilakukan sudah tepat. Menjadi budaya terbaik sehingga benar-benar bisa dirasakan di level perdesaan.
Misalnya, dijelaskan oleh Noverman Subhi bahwa MI Al-Istiqomah menjadi sekolah pertama yang menerapkan konsep pengembangan sekolah literasi yang ada di Sumatera Selatan. Program yang diinisiasi oleh Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa ini fokus pada pengembangan sistem pembelajaran dan budaya sekolah literasi. Sementara itu, SMA Plus Negeri 17 Palembang di tunjuk oleh Kemendikbud sebagai sekolah rujukan literasi di Kota Palembang.
Penunjukkan ini dikarenakan SMA Negeri 17 Palembang memiliki program Bugemm. Program Bugemm merupakan upaya membina dan memotivasi peserta didik untuk dapat menulis ilmiah. Gerakan budaya literasi di SMA Negeri 17 Palembang mulai dilakukan sejak tahun 2000 dan kegiatan ini yang berkaitan erat dengan budaya membaca dan menulis telah dijadikan salah satu kegiatan ekstrakurikuler unggulan.
Dalam satu semester, peserta didik diwajibkan membuat karya tulis  dengan cara mengajukan judul tulisan mulai dari bidang sosial, ilmu alam, eksperimen, penelitian sosial dan lainnya dengan sejumlah referensi, lalu dikerjakan secara bertahap. Di akhir semester, hasil karya tulis ilmiah peserta didik dipresentasikan kepada penguji yang ditunjuk oleh pihak sekolah.
Sementara itu, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Palembang menunjuk SMA Negeri 5 Palembang sebagai sebagai Pilot Project Gerakan Literasi Sekolah di Palembang.
Selain di MI Al-Istiqomah dan di SMA Negeri 17 Palembang, SMA Negeri 5 Palembang, ada enam sekolah di Bumi Serasan Sekundang yang melakukan gerakan literasi. Yakni SMA Negeri 1 Unggulan Muara Enim, SMA Negeri 2 Muara Enim, SMA Negeri 1 Gelumbang, SMA Negeri 1 Gunung Megang, SMA Ngeri 1 Lawang Kidul, dan SMA Bukit Asam.