Mohon tunggu...
Afrianto Daud
Afrianto Daud Mohon Tunggu... -

penikmat buku, pendidik, pembelajar, dan pemulung hikmah yang terserak di setiap jengkal kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi-Kalla dan Politik Ranah Minang

7 Juni 2014   14:51 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:51 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya ingin sedikit menganalisa bagaimana peta pemilih di kampung saya, Sumatera Barat, pada pemilihan presiden mendatang. Apakah dipilihnya Kalla akan bisa mengambil hati orang awak untuk memilih pasangan Jokowi-Kalla, atau malah sebaliknya.

Masyarakat Minang dikenal dengan masyarakat yang sudah cukup matang berdemokrasi. Jauh sebelum pemilihan langsung disepakati sebagai bentuk demokrasi kita, masyarakat Minangkabau sudah terlebih dahulu mempraktekkan pemilihan langsung ini dalam prose memilih wali nagari mereka.

Karenanya, tak heran masyarakat Minang tidaklah gagap dalam menerima perbedaan pandangan politik. Perbedaan pandangan dalam politik, termasuk perbedaan pemikiran adalah suatu hal yang lumrah. Sejarah orang Minang tidak hanya diisi oleh pemikir Islam, seperti Hamka, Natsir, ataupun Agus Salim. Namun, juga tokoh pemikir yang cendrung mengusung nilai sosialisme, semisal Tan Malaka dan Syahrir, atau bahkan komunisme, seperti DN. Aidit.

Dengan kematangan berdemokrasi, masyarakat Minang juga dikenal sebagai masyarakat yang egaliter. Yaitu ketika setiap orang memiliki hak yang relatif sama. Pemimpin di tanah ini hanya 'didahulukan selangkah', dan 'ditinggikan serantiang'. Masyarakat minang tidak mengenal pengkultusan individu. Karenanya sejarah kerajaan tidak bertahan lama di negeri ini.

Dengan prinsip dan budaya egalitarianisme ini, masyarakat Minang sangat independen dengan pilihan politik mereka. Tokoh tertentu mungkin bisa dimintai pendapat, tapi belum tentu diikuti secara politik. Karenanya warna politik di ranah Minang sangat rentan dengan perubahan. Dinamika pilihan politik orang Minang bisa dilihat dari terus berubahnya warna parpol pemenang pemilu di negeri 'samba lado' ini pada dua puluh tahun terakhir.

Setelah Golkar berkuasa selama Orde Baru, orang Minang kemudian dengan cepat membaca 'tanda-tanda zaman'. Dominasi Golkar (terutama di perkotaan, dengan asumsi pemilihnya lebih mengikuti informasi) kemudian digantikan oleh kemenangan PAN di awal Reformasi, sebelum berturut-turut warna itu berganti dengan PKS, Demokrat, dan terakhir Gerindra. Bisa dikatakan, orang Padang tidak cukup puas dengan status quo. Mereka seperti ingin cepat berubah. Karenanya mereka cendrung lebih suka 'mencoba yang baru'. Walau sebenarnya tak ada jaminan yang baru itu akan lebih baik.

Unggulnya Partai Gerindra sebagai parpol pemenang di kota Padang seperti menjadi sinyal penting bahwa mayoritas orang awak lebih menginginkan perbuhan kepemimpinan di level nasional itu melalui sosok Prabowo. Karenanya bisa dikatakan faktor Prabowo effect lebih efektif berjalan di kota Padang dibanding Jokowi effect.

Kembali kepada pertanyaan semula, apakah terpilihya Kalla yang notabene urang sumando akan mendongkrak suara pemilih Jokowi-Kalla di Sumatera Barat. Walau tentu akan tetap ada masyarakat Minang yang akan mempertimbangkan faktor Rang Sumando ini dalam pilihan politik mereka, namun melihat perlikau pemilih di ranah Minang, seperi yang saya bahas di atas, saya pesimis suara Jokowi-Kalla akan bisa mengungguli Prabowo-Hatta di Sumatera Barat.

Wallahu'alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun