Sebelum adanya pandemi ini para siswa belajar secara tatap muka di sekolah, semuanya berubah semenjak muncul virus Covid-19 di Indonesia dan sudah menyebar ke mana-mana. Kini mengganggu dunia pendidikan yang membuat berbagai pihak melakukan tindakan untuk mencari solusi. Seperti para pendidik atau guru melakukan kegiatan pembelajaran dari rumah dengan menerangkan Wabah Covid-19 melanda semua negara di dunia  termasuk indonesia, pemerintah sudah semaksimal mungkin melakukan kegiatan preventif untuk memutus mata rantai penyebaran dengan menerapkan 3M (Menjaga Jarak, Memakai Masker dan Mencuci Tangan). Kasus pertama dikonfirmasi  di indonesia pada 2 maret 2020, dengan 2 warga Kota Depok, Provinsi Jawa Barat dinyatakan positif mengidap virus penyebab penyakit tersebut, Indonesia pada 15 Maret, mengumumkan kembali 117 kasus yang terkonfirmasi dan Presiden Joko Widodo menyerukan kepada penduduk Indonesia untuk melakukan langkah-langkah pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hingga saat ini terkonfirmasi  data kasus mencapai 2.670.046 jiwa membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang berdampak terhadap ketimpangan ekonomi, keagamaan bahkan pendidikan dan lain sebagainya.
melalui sebuah aplikasi yang mendukung belajar online seperti Goggle Classroom, Grup Whatsapp, Goggle Meet dan media sosial lainnya. Akan tetapi, pada kenyataannya  kegiatan pembelajaran daring tidak mudah diterapkan di indonesia. Karena yang kita ketahui bersama bahwa siswa-siswi tidak semuanya memahami perkembangan teknologi saat ini, masih banyak masyarakat indonesia yang awam terhadap dinamisasi zaman.
Seperti warga yang tinggal di pelosok pedesaan dengan segala keterbatasan fasilitas. Lantas jika demikian, apakah mutu atau kualitas siswa indonesia akan menjadi lebih baik? tentu hal tersebut merupakan pertimbangan yang harus diperhatikan.
Selama pembelajaran di rumah saya merasakan senang sebab dilakukan dengan santai dan tidak terburu - buru.  Namun di balik senangnya belajar dari rumah, saya merasakan adanya kekurangan dalam pembelajaran yang tidak maksimal. Yaitu antara murid dan guru tidak bertatap muka  secara langsung, yang menyebabkan materi pelajaran sulit diserap dan membuat bosan para siswa dengan diberlakukannya pembelajaran online terus-menerus.
Belum lagi, terkadang susah mencari sinyal padahal saya tinggal di Kabupaten Bogor yang bisa dikategorikan masuk wilayah perkotaan. Pendapatan orang tua yang mengalami penurunan membuat ekonomi keluarga terbatas sehingga kuota internet tidak selamanya ada. Saya merasakan lelah karena mendapat tugas online yang tidak kunjung habis dan hanya bisa memandang teman-teman lewat layar kaca hp dari rumah masing-masing yang belum sempat berkenalan langsung selama satu tahun setengah ini.
Kebanyakan Intensitas ketertarikan pada sistem online tentunya membuat seseorang tidak produktif dalam memilih absen, padahal kehadiran (presence) merupakan salah satu tolok ukur dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan belajar mengajar. Saya sebagai generasi muda tetap memaksimalkan keadaan ini dengan sungguh-sungguh, momen wabah virus corona ini mengundang kita untuk menyatakan jati diri kita. Kita diundang untuk tidak lantas berpangku tangan kepada orang lain, berpasrah dan jangan mengeluh terhadap pandemi yang merajai. Tindakan-tindakan ini menjadi bukti bahwa kita semua adalah generasi yang tentu tidak tinggal diam atas perubahan-perubahan sosial dan juga inisiatif kita untuk mengakses  serta menganalisis informasi guna mencapai pembelajaran online yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H