Indonesia masih sangat bergantung pada penggunaan energi yang berasal dari fosil. Hal ini berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu global dan perubahan iklim.
Perubahan iklim di Indonesia mengakibatkan terjadinya iklim ekstrim yang memicu terjadinya bencana. Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 30 September 2022, terjadi bencana hidrometeorologi berupa banjir sebanyak 1.064 kasus, tanah longsor 533 kasus, puting beliung 879 kasus, gelombang pasang atau abrasi 22 kasus, dan kekeringan 4 kasus sepanjang tahun 2022.
Sebagai langkah mengatasi perubahan iklim, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030. Komitmen ini dituangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC). Dokumen tersebut merupakan tindak lanjut dari Paris Agreement yang disepakati tahun 2015 dan telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016.
Sektor energi menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia. Upaya mitigasi dan adaptasi pada sektor energi dilakukan dengan kebijakan pengembangan energi bersih (green energy), melakukan transformasi bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, dan pengurangan penggunaan energi dari bahan bakar fosil.
Green energy atau energi terbarukan didefinisikan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan, seperti sinar matahari, angin, air, panas bumi, dan bioenergi.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat kapasitas pembangkit listrik di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 74,53 GW.
Pembangkit listrik berbahan bakar batubara masih mendominasi dari total kapasitas nasional yaitu sebesar 50%, diikuti pembangkit listrik berbahan bakar gas sekitar 28%. Sementara pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan hanya sekitar 15,5%.
Potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia untuk pembangkit listrik mencapai 437,5 GW, meliputi panas bumi, surya, angin, air, bioenergi, dan tenaga laut. Pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik pada tahun 2021 baru mencapai 2,65% atau 11,6 GW.
Berdasarkan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi  (Ditjen EBTKE), bauran energi baru terbarukan pada tahun 2021 sebesar 11,7%.