Mohon tunggu...
Afrian Adit Wiratama
Afrian Adit Wiratama Mohon Tunggu... Lainnya - Alon-alon Asal Kelakon

Kegagalan adalah kunci dari kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Tepung Tawar

29 April 2020   10:28 Diperbarui: 29 April 2020   10:49 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya merupakan seluruh sistem gagasan, rasa dan tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan masyarakat.  Budaya dapat menggambarkan arah dalam berfikir dan pada masyarakat tradisional pola pikir dapat dilihat dari mitos yang berkembang. Salah satu budaya Melayu di Sumatera Selatan adalah Tradisi Tepung Tawar yang merupakan warisan nenek moyang yang sekarang cukup langka di Kota Palembang. Dalam perkawinan tepung tawar menjadi adat tradisi yang sakral dan tidak dapat dipisahkan dari budaya melayu, hal ini juga mengandung makna simbolis untuk keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan yang terwujud dari orang-orang yang menepung tawari pasangan pengantin. Tepung tawar tolak bala adalah salah satu dari tiga jenis tradisi tepung tawar yang biasa diadakan pada momen tertentu, tradisi ini sudah ada sejak zaman Palembang Bahari (Kesultanan).

Tepung tawar dilakukan sebagai perlambang mencurahkan rasa kegembiraan dan sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat, acara atau niat yang akan dilaksanakan baik terhadap benda yang bergerak (manusia) maupun benda mati yang tidak bergerak. Dalam perkawinan melayu, tepung tawar adalah simbol pemberian dan do'a restu bagi kesejahteraan kedua pengantin, disamping sebagai penolak bala dan gangguan (Ishak Thaib, 2009:63)

Dalam Jurnal Alfitri & Hambali (2013: 125-135), Tepung Tawar adalah upacara adat di Sumatera Selatan digunakan sebagai alat untuk mendamaikan pihak yang bertikai untuk menyatukan dua keluarga dalam sebuah pernikahan, sunatan, bayi baru lahir dan mengharapkan perlindungan dalam menggunakan bahan-bahan yang baru dibeli seperti mobil, sepeda motor, atau rumah. Tradisi ini  masih  tumbuh dan berkembang dan dilakukan sebagai resolusi konflik.  

Sebagai  salah satu budaya lokal, tepung tawar mengandung nilai-nilai fundamental bahwa manusia harus memprioritaskan niat yang murni, jelas dan semangat untuk menghindari konflik yang selalu dimulai dari hati yang tercemar atau niat buruk. Selain itu, kebiasaan ini juga merupakan sarana kohesi sosial dalam mempertahankan kesatuan dalam keluarga besar atau lingkungan. Kerekatan ini mengandung nilai kebersamaan dalam kehidupan  yang  didasarkan  pada  membantu orang lain dan saling kerjasama sebagai salah satu modal sosial dalam masyarakat. Kebiasaan ini juga berisi enam pilar karakter, yaitu, kepercayaan, keadilan, kepedulian, rasa hormat, dan tanggung jawab kewarganegaraan.

Praktik tepung tawar masih tumbuh dan berkembang di Sumatera Selatan sebagai bentuk kearifan budaya yang dapat digunakan sebagai sarana resolusi konflik dan kohesi sosial dalam suatu masyarakat. Kearifan lokal juga  dapat  digunakan  sebagai contoh kepada masyarakat bahwa nilai-nilai keadilan dan kebersamaan dapat dicapai jika para pihak bersedia untuk mencapai kesepakatan  dan  menahan diri dari kemarahan yang dapat memicu konflik. Sebagai contoh resolusi konflik, praktik tradisional ini dapat digunakan sebagai referensi dan  item  komparatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh bangsa. Kearifan lokal tepung tawar berisi pilar karakter yang berfungsi untuk mempertahankan kesatuan dalam keluarga besar atau lingkungan.

Menurut Vardiansyah, Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya. Makna Simbol yang terkadung pada alat kegiatan budaya adat tradisi tepung tawar. Beras kunyit, basuh dan bertih yang dihamburkan dibagian bahu kanan dan kiri, maksudnya ucapan selamat dan gembira. Merenjis dibagian kening atau dahi maksudnya berpikirlah sebelum bertindak, merenjis pada bahu kanan dan kiri maksudnya memikul beban dan rasa tanggung jawab, merenjis pada punggung tangan dan kiri maknanya dalam mencari rezeki hendaklah berikhtiar (berusaha) dalam menjalankan bahtera kehidupan. 

Mengalin telur atau menggolekkan telur di bibir maksudnya meneruskan keturunan dan ketulusan hati yang sakinah, mawadah, warrahmah. Mencecahkan sedikit inai atau mengoles ke telapak tangan kanan dan kiri maksudnya menandakan mempelai sudah berakad nikah. Do’a selamat sebagai penutup acara tepung tawar bertujuan untuk mendapatkan berkah dari Allah SWT. Tepung Tawar juga bermakna memohon do’a restu dari hadirin serta bermakna menghindarkan diri dan keluarga dari marabahaya, menghadirkan kegembiraan atau kesenangan, serta membuang penyakit.

Seiring dengan perkembangan zaman sudah jarang kita lihat tradisi ini khususnya di Palembang. Dilansir dari antaranews.com, masih ada seorang seniman dan budayawan sepuh Kota Palembang Masayu Anna Kumari yang tetap bersemangat menggelar tradisi tepung tawar tolak bala. Syair yang dilantunkannya menggunakan nada mendayu khas cengkok melayu. Tradisi tepung tawar saat ini diakuinya lebih familiar dikenali lewat acara pernikahan yakni cacap-cacapan, namun ia tetap berharap tradisi tepung tawar perdamaian dan tolak bala juga dapat dihidupkan kembali demi menjaga warisan budaya, karena keduanya memuat kebaikan kultur sosial.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun