Tradisi basapa ke Makam Tuanku Syekh Burhanuddin dikenal dengan nama bersafar yang dalam pengucapaan lidah orang Minangkabau menjadi basapa, kegiatan tradisi basapa ini merupakan wisata sejarah Islam bagi umat Islam yang tidak asing lagi bagi masyarakat Komplek Makam Syekh Burhanuddin di Ulakan Tapakis dan masyaraat setempat lainnya pada saat memasuki bulan safar.Â
Indonesia merupakan negara yang kaya akan segalanya, khususnya di Sumatera barat (Minangkabau) banyak sekali terdapat berbagai macam kebudayaan yang ada baik berupa bangunan peninggalan, artefak, cerita rakyat serta upacara ritual yang hidup didalam kehidupan masyarakat .
Basapa ini dilakukan masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih terhadap Tuanku Syekh Burhanuddin atas jasanya mengembangkan ajaran Islam di Minangkabau dan tarekatsyatarriah yang dibawa Tuanku Syekh Burhanuddin mendapat tempat di hati masyarakat Minangkabau pada waktu itu, sehingga berkembanglah agama Islam di Ranah Minang. Tradisi basapa biasanya dilaksanakan pada tanggal 10 safar atau pada hari rabu minggu kedua dan minggu ketiga bulan safar.Â
Tanggal tersebut diyakini sebagai hari dimana wafatnya Tuanku Syekh Burhanuddin yaitu 10 safar 1111 H/1691 M. Basapa ke Makam Tuanku Syekh Burhanuddin ini diadakan sebanyak dua kali, yaitu sapa gadang dan sapa ketek. Sapa gadang diadakan pada minggu kedua bulan safar.Â
Pada kesempatan sapa gadang, diperuntukkan untuk masyarakat dari daerah darek. Sapa ketek dilaksanakan pada minggu ke tiga setelah sapa gadang .
Masyarakat yang berada di daerah Makam Tuanku Syekh Burhanuddin secara dadakkan berdagang dan menjajakan perlengkapan yang dipakai saat berziarah serta pernak-pernik bernuansa Islam dan budaya lokal yang menjadi ciri khas di Ranah Minang baik dari jenis makanan, minuman, barang-barang cinderamata hingga bingkai photo Tuanku Syekh Burhanuddin dan istri Tuanku Syekh Burhanuddin yang diperjual belikan dan dipercaya masyarakat sekitar bahwasan jika kita membeli photo tersebut dan memajang photo tersebut akan membawa pemberuntungan rezeki yang lebih serta terhindar dari malapetaka yang ada .
Budaya yang terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat beranekaragam dan bervariasi. Budaya yang sudah diyakini sejak dulu itu hingga kini dijadikan sebagai suatu hal yang harus dilakukan secara terus-menerus dari generasi ke generasi. Di zaman modern seperti sekarang saat ini, kebudayaan masyarakat di Ranah Minang yang cenderung mengandung unsur mistik tidak bisa ditinggalkan begitu saja, karena hal tersebut dianggap tidak menghormati dan menghargai warisan para orang terdahulu atau leluhur .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H