Bullying semakin marak terjadi di kalangan remaja saat ini. Kejadian itu pernah menimpa penulis, tepat dua tahun lalu. Peristiwa itu tentu tidak pernah penulis inginkan terjadi. Penulis dituduh mencuri handphone teman sekelas. Padahal tidak ada bukti yang menujukkan bahwa penulis sebagai pelaku pencurian. Namun sejumlah pelajar bersisukuh menuduh penulis. Mereka menyidang penulis di hadapan seluruh teman sekelas. Akhirnya, seluruh teman menstigma penulis sebagai pencuri.
Peristiwa itu terjadi di hari Jumat pagi, Saat itu, penulis akan melaksanakan sholat ghaib untuk masyarakat Rohingya. Pagi itu sekolah masih sangat sepi hanya beberapa orang saja yang sudah hadir. Penulis dan 2 teman segera bergegas menuju ke kamar mandi untuk berwudhu. Setelah selesai, kami kembali ke kelas. Saat itu, teman sekelas penulis sudah mulai ramai berdatangan. Ketika tiba di kelas, seorang teman sebut saja namanya Dela, bertanya kepada kami apakah melihat handphone miliknya. Lalu kami menjawab tidak melihat ponsel miliknya. Saat itu Dela seperti orang kebingungan.
Setelah itu, terdengar imbaun kepada siswa untuk berkumpul di lapangan sekolah. Usai sholat ghaib, Dela masih terus mencari hpnya yang hilang. Ia curiga kalau hpnya dicuri. Jadi, teman penulis menyarankan untuk memeriksa seluruh tas, namun Dela menolak ide itu. bel pulang sekolah sudah berbunyi. Keesokan harinya si Dela tetap mencari namun tidak ketemu juga. Pada hari senin si Dela bertanya lagi kepada kami.Â
Saat itu Dela berkata bahwa salah seorang diantara kami yang mencuri. Ia menuduh penulis. Teman sekelas penulis percaya perkataan Dela. Mereka tidak mendengar sedikitpun pembelaan dari penulis. Penulis di sidang di hadapan teman sekelas. Sejak saat itu penulis selalu diejek pencuri. Tidak  hanya mengejek mereka juga mencaci dan menghina. Sejak saat itu penulis di bully. Para pembully juga melakukan tindakan fisik, misalnya saat penulis berjalan ia disenggol oleh teman hingga terjatuh.
Aksi yang dilakukan teman sekelas merupakan salah satu bentuk praktik bullying. Bullying adalah suatu tindakan, mengejek, atau mengganggu korban. Dikutip dari jurnal bullying pada anak, Nurul Hidayati, vol.14 No.1 april 2012. Olwes (1993,dalam Georgiou,2007) menyatakan bahwa bullying didefenisikan sebagai serangan fisik, verbal, atau psikologis atau intimidasi. Yang dimaksudkan untuk menyebabkan rasa takut, tertekan atau merugikan korban.
Tekadang korban bullying mengalami depresi yang ekstrim. Korban bullying mungkin saja tampak mampu mengatasinya. Tapi jika di lihat korban bullying akan merasa terganggu seperti depresi.Â
Perilaku bully tersebut menimbulkan banyak efek negatif bagi korban, di antaranya: Mengalami gangguan mental, Â depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, dan ingin menyakiti diri sendiri.
Para pelaku bully harus segera dihentikan. Jika terus dibiarkan, perilaku ini bisa merusak anak dan generasi muda. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa orang tua lakukan untuk mencegah tindakan bully.Â
Pertama, Tanamkan nilai-nilai moral sejak dini. Caranya Ajak anak untuk bersama-sama menilai dan membedakan perbuatan yang baik dengan perbuatan yang tidak baik dilakukan. Seperti, mengajarkan anak untuk selalu bertoleransi antar sesama, selalu menghargai teman, tidak ingin menang sendiri.
Kedua, Jika anak merasa tidak dapat berbicara langsung, ajak anak menulis surat untuk menuangkan semua keluh kesahnya. Karena anak yang terbully akan merasa tertekan dan takut untuk berbicara kepada oarang lain.
Ketiga, Bila anak adalah pelaku bullying, Â ajaklah berdiskusi dan cari tahu penyebabnya. Â Orangtua bisa mengajak anak, baik pelaku ataupun korban untuk pergi ke psikiater agar pola pikir dan tingkah lakunya bisa lebih terarah dengan baik.