Satu Titik
Dirinya pasrah
Bertekuk lutut berlumuran darah
Sambil mencium aroma tanah
Mengangkat kedua tangan dengan pose menadah
Satu persatu nama disebutkan
Semua orang disalahkan
Lontaran kata penuh kebencian
Caci maki tentang kehidupan
Semesta seakan menangkap apa yang dirasakan
Gemeruh petir datang mencenangkan
Hingga dirinya sadar berada disatu titik yang membuatnya tersadarkan
Hidup bukan untuk disesalkan
Akhirnya ia bangkit menatap langit
Berdiri tegak dengan mata menyeringit
Lalu berlari sekencang-kencangnya dengan gesit
Tanpa menghiraukan senyuman sengit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H