Menyapa Penghuni Lama
Oleh : Ayu Fitrohtun Nur Aini
Jam dua belas malam, seperti malam biasanya aku belum tidur, lebih tepatnya memilih untuk tidak tidur karena aku belum menyiapkan hafalanku untuk setoran besok pagi. Aku melihat sekeliling yang memberikan diriku sebuah kesadaran bahwa tinggal aku sendirian yang masih terjaga. Hawa begitu dingin angin lebih kencang dari biasanya dan langit masih menurunkan rintiknya sisa hujan deras tadi. Memang sejak awal aku sudah merasakan suasana yang berbeda, tapi apalah daya harus tetap terjaga.Â
Aku berada di lantai paling atas di asramaku, memilih duduk dipojokan teras depan kamar dengan nyala lampu seadanya. Aku mulai fokus dengan hafalanku. Hingga beberapa menit kemudian angin kencang melewatiku membuyarkan konsentrasiku, membuatku merinding. Sekeliling kupandangi dengan awas, tidak ada siapa-siapa. Benar-benar aku sendirian. Aku mencoba acuh, tapi gemuruh dan rasa takut di hatiku tak bisa lenyap.Â
Klonteng...
Seketika aku menoleh ke asal suara, terkejut. Dari sebelah timur di balkon yang gelap dan penuh dengan barang-barang tak berguna milik anak-anak. Siapa yang menjatuhkannya? Pikirku dalam hati. Aku berhenti dari bacaanku, menunggu seseorang yang entah siapa keluar dari tempat itu. Walau akhirnya, tak ada sesiapapun yang keluar dari sana. Karena rasa penasaranku, aku beranikan diri melangkah ke tempat itu, meskipun kakiku kaku dan tubuhku gemetar ketakutan ternyata rasa penasaran yang memuncak bisa membangkitkan jiwa keberanianku.
Aku mengintip sedikit, memajukan kepalaku untuk melihat ada siapa di sana. Sekotak barang memang terjatuh, akan tetapi anehnya tiada seorang pun di sana. Apakah aku salah dengar? Ataukah karena angin kencang tadi? Aku benar-benar ingin tahu siapa yang berani mengganggu waktuku ini. Huft... buat kaget aja. Aku kira setan tadi. Aku kembali ke tempatku tadi, dan lebih cepat menyelesaikan hafalanku yang tinggal sedikit lagi.
Belum sempat aku duduk, kejadian selanjutnya sangat mengagetkan. Lampu mati. Tak hanya di tempatku saja ternyata. Aku melihat ke bawah asrama lantai dua juga mati lampu, pun lantai satu. Kini keadaan menjadi gelap gulita. Tak mungkin lagi aku melanjutkan hafalanku, jadi aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan tidur. Dengan perasaan campur aduk tak karuan, aku membuka pintu kamarku perlahan. Dan ketika aku menutup pintu kamarku lampu menyala dengan terang hingga menyilaukan mataku.Â
Aku berbalik hendak menuju kasurku, namun sebelum itu aku dikejutkan lagi dengan sesuatu yang ada di depanku yang tengah tersenyum dengan lebar seakan menyapaku yang ketakutan setengah mati.
Tulungagung, 29 Januari 2024.