Mohon tunggu...
Dhiya Trisna Aflah
Dhiya Trisna Aflah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman

Mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

SBAR: Kunci Komunikasi Efektif dalam Pelayanan Kesehatan

26 Desember 2024   01:40 Diperbarui: 26 Desember 2024   01:45 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tenaga kesehatan berkomununikasi dengan pasien (sumber: https://cdn.pixabay.com/photo/2023/10/30/12/36/hospital-8352776_1280.jpg)

Keselamatan pasien merupakan salah satu aspek terpenting dalam pelayanan kesehatan. Dalam konteks rumah sakit, keselamatan pasien tidak hanya bergantung pada teknologi dan prosedur medis yang tepat, tetapi juga pada komunikasi yang efektif antara semua pihak yang terlibat dalam proses perawatan. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama dalam sistem perawatan kesehatan modern. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa komunikasi efektif antara tim perawatan kesehatan adalah kunci dalam mencapai keselamatan pasien. 

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang baik dapat mengurangi risiko kesalahan medis dan meningkatkan kualitas perawatan. Oleh karena itu penulis setuju bahwa komunikasi merupakan kunci kesehatan keselamatan pasien. Dalam esai ini, penulis akan membahas betapa besar pentingnya komunikasi dalam menjaga keselamatan pasien di rumah sakit, dengan referensi pada berbagai literatur dan studi kasus.

Komunikasi efektif adalah proses penyampaian informasi baik secara verbal atau non verbal dari seseorang kepada orang lain sehingga orang lain tersebut memahami informasi yang diberikan. Berdasarkan penelitian yg dilakukan Irwanti et al (2022) komunikasi yang tidak efektif meningkatkan 3 kali lebih besar menciptakan keselamatan pasien yang kurang baik dibandingkan komunikasi efektif. Hal tersebut dibuktikan dengan  25 dari 33 responden melakukan komunikasi tidak efektif yang menyebabkan mereka memiliki budaya keselamatan pasien yang kurang baik. 

Komunikasi yang buruk sering kali menjadi penyebab utama terjadinya efek samping dalam berbagai aspek pelayanan kesehatan. Hal ini dapat mengakibatkan masalah dalam pengidentifikasian pasien, kesalahan dalam pengobatan dan transfusi, serta pengabaian terhadap alergi. Selain itu, kesalahan prosedur operasi dan pemilihan sisi bagian yang dioperasi juga dapat terjadi. Semua hal ini berpotensi menimbulkan insiden yang membahayakan keselamatan pasien (Hilda, Noorhidayah & Arsyawina, 2017).

Komunikasi dalam pelayanan kesehatan merupakan hal yang utama karena berkaitan dengan pasien sehingga komunikasi seharusnya dilakukan dua arah, selain itu komunikasi dilakukan antara semua pihak di pelayanan kesehatan untuk menghindari terjadinya medical error. Terciptanya komunikasi yang efektif merupakan salah satu hal yang berperan dalam peningkatan keselamatan kerja di rumah sakit.

Komunikasi efektif merupakan suatu proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh pemberi informasi (Irwanti et al., 2022). Namun, komunikasi efektif bukan menjadi satu-satunya faktor utama masalah di rumah sakit. Ada faktor lain yaitu faktor teknis seperti peralatan medis juga menjadi penentu keselamatan pasien. Kualitas dan ketersediaan peralatan medis yang canggih seringkali lebih krusial dalam mencegah kesalahan medis. Selain itu jumlah tenaga medis yang ada di rumah sakit juga menjadi salah satu penentu keselamatan pasien. Kurangnya perawat dan dokter dapat menghambat komunikasi efektif, karena tenaga medis yang kelelahan atau cenderung membuat kesalahan. Lalu kultur organisasi, budaya organisasi yang tidak mendukung pelaporan kesalahan atau pembelajaran dari kesalahan juga dapat menghambat upaya meningkatkan keselamatan pasien. Meskipun faktor teknis seperti peralatan medis dan jumlah tenaga medis juga penting, komunikasi tetap menjadi fondasi yang kuat untuk membangun sistem keselamatan pasien yang efektif. 

Komunikasi yang baik dapat membantu mengatasi kendala teknis dan kekurangan sumber daya, serta mencegah kesalahan medis yang seringkali berawal dari miskomunikasi. Komunikasi yang terbuka dan jujur juga merupakan kunci dalam membangun budaya keselamatan pasien yang kuat. Melalui komunikasi yang efektif, tim medis dapat saling belajar dari kesalahan, mengembangkan solusi yang lebih baik, dan terus meningkatkan kualitas pelayanan.

Komunikasi yang efektif, rasa tanggung jawab, dan saling menghargai antara tenaga kesehatan dapat memberikan kontribusi terbaik dalam hubungan kerjasama terkait perawatan pasien. Komunikasi yang baik antara perawat dan dokter dapat menumbuhkan kepercayaan antara kedua profesi tersebut (Anggrawati, 2016). Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan adanya komunikasi yang efektif dalam praktik kolaborasi interprofesi untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta keselamatan pasien. Komunikasi yang efektif dapat mengurangi kesalahan dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan maupun antara tenaga kesehatan dengan pasien sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian tidak diinginkan (KTD) dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan asuhan dan keselamatan pasien (Aura, 2019).

 Metode komunikasi yang dapat digunakan adalah metode SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation). Metode ini telah terbukti dapat meningkatkan kualitas komunikasi, terutama saat serah terima pasien (handover). Penggunaan metode SBAR ini memastikan transfer informasi pasien berlangsung secara efisien sehingga mampu meminimalkan risiko dan insiden yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien. Proses handover yang dilakukan secara akurat dan tepat waktu juga menjadi bagian penting dalam upaya menjaga keselamatan pasien di rumah sakit. 

Komunikasi memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan keselamatan pasien, namun tetap merupakan komponen yang sangat penting. Untuk mencapai keselamatan pasien yang optimal, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang melibatkan berbagai faktor, termasuk komunikasi, faktor teknis, sumber daya manusia, dan budaya organisasi.

Dhiya Trisna Aflah, Adinda Istikhomah, Maria Candra Dewi, Nadya Maritza Aulia, Anisa Sabati Lestari, Annindya Putri Aulia, mahasiswa Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun