Akan bagaimana hidupku selanjutnya? Entah lah, aku tidak berani membayangkan. Banyak yang menyarankan aku meneruskan usaha industri rumah tangga yang sudah lama emak jalani. Sebenarnya ada keinginan, Cuma membayangkan tinggal satu atap dengan orang yang aku sudah tidak respect samasekali pasti akan sangat menyiksa. Setahun ini saja psikisku sudah tertekan bukan main. Kakak tertuaku, anak durhaka, suami bejat, sekaligus ayah tidak bertanggung jawab. Demi Tuhan, tiap kali melihat wajahnya, sakit dan benci akan saling berebut kekuasaan. Semua dosa besar sudah dia lakukan, menikah karena pacarnya hamil duluan, Kemudian bercerai, dan menikah lagi dengan mantan istrinya. Setelah menikah kedua kalinya, berselingkuh, berjudi, dan sampai hari ini belum bisa menafkahi anak istrinya barang Rp. 1 pun. Perlakuan terhadap istrinya juga seringkali melibatkan kekerasan, ntah itu verbal atau fisik. Akupun sudah dua kali hampir ditampar karena membela orang tuaku yang dimaki-makinya. Makan, sekolah anak, kebutuhan istri, rumah tangga, sampai kredit perumahan dan mobil semua dibebankan ke emak dan bapak. Tidak mengapa sebenarnya karena memang emak dan bapak mau dan mampu. Tapi yang kemudian jadi masalah adalah, si suami bejat ini amat sangat tidak menghormati orang tuanya. Berkata kasar, tingkah laku kurang ajar, tidak tau malu dan tidak punya perasaan. Sungguh, tidak ada satupun alasan untuk menghormati orang ini. Aku yakin Tuhan akan membalas keburukannya, di dunia dan diakhirat. Tinggal satu atap dengan manusia tidak punya hati sama saja dengan mengorbankan kebahagiaanku. Tidak mungkin. Meninggalkan rumah tanpa izin orang tua juga sangat mustahil. Lalu, bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H