Mohon tunggu...
Miss K
Miss K Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mengalah

29 November 2014   20:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:31 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhammad Yusuf Ibrahim, ya itu nama ponakanku yang lucu, pintar dan menggemaskan.. aku biasanya panggil si lucu ini “abang”, dan si abang panggil aku bucik (sebutan untuk adik perempuan ayah atau ibu). Ayah Ibunya setiap hari kerja dari jam 7.30 sampai 14.00, jadi abang dititipkan di TPC (Tempat Penitipan Cucu). TPC ini sejenis PAUD yang bersertifikasi memberikan yang terbaik dan menyayangi tanpa batas, tenaga pengajar professional, Datuk (sebutan untuk Kakek), Nenek dan bucik (LOL). abang lebih sering diantar pulang sore, sudah rapi, sudah mandi dan dengan perut kenyang. Rutin setiap senin hinggu sabtu. sebenarnya jadi baby sitter itu side job, main jobnya PENGANGGURAN. (LOL)

Hari minggu abang libur datang. Padahal cuma sehari, tapi rindunya setengah mati.. malam-malam juga sudah rindu, kadang baru hitungan 3 jam, rindunya astaga.. rindu ocehannya.. rindu sebesar ini untuk ponakan, bayangkan rindunya orang tua untuk anak mereka?

Poin utamanya adalah

Aku lahir dan bertumbuh di kota kabupaten yang aman, nyamandan tentram, jauh dari hingar bingar keramaian peradaban. Setelah menyelesaikan kuliah di luar kota, aku kembali lagi ke tanah kelahiran. Niatnya cuma sebentar, karena ingin mencoba peruntungan ijazah di kota yang jauh lebih berkembang. Tapi celakanya, sekarang nyaris 1 tahun, aku masih di kota ini. Terhalang perizinan orang tua. “DIPERINTAHKAN” mencari kerja di kota ini, kerja apa? Di kota yang belum ada lampu rambu lalu lintasnya? (belum ada karena sedikitnya jumlah kendaraan).

Awalnya permasalahan ini seperti bom waktu, meledak begitu mulai dibahas, aku berpendapat keras ingin memanfaatkan gelar yang didapat ke kota lain. Orang tuaku jauh lebih tegas, aku anak bungsu perempuan satu-satunya, tidak akan kemana-mana. Lama-kelamaan dari pengalaman merindukan abang, aku sedikit banyak memahami apa yang orang tuaku rasakan mengenai ketakutan akan jarak, terutama ibu. Aku masih terus meyakinkan dengan cara yang lebih mengalah, nurut.

Sebegitu besar rasa rinduku untuk abang yang pulang ke rumah kakakku, padahal jaraknya Cuma 20-an meter, abang ponakanku. Apalagi orang tua terhadap anaknya? Anaknya yang berniat pergi ke pulau yang berbeda. Alasan rindu, sayang dan cinta orang tua ini lah yang selalu meluluhkan niatku. Aku mengerti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun