Mohon tunggu...
Politik Artikel Utama

Kebebasan ataukah Kebablasan ?

21 April 2015   07:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dewasa ini, peran media dalam kehidupan masyarakat khususnya Indonesia sangat besar, terbukti dengan banyaknya informasi berita cetak,elektronik dan hiburan yang sangat mudah diperoleh tanpa batas. Namun dengan adanya kebebasan , media massa akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal pada beberapa tahun belakangan ini.

Bagimanakah dengan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers Nasional?

Terkait dengan asumsi media massa  yang mengalami pergeseran. Dalam Pasal  6 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers Nasional ,  peranan  pers salah satunya yaitu “ memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui menegakkan nilai – nilai dasar demokrasi dan  mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain itu pers juga harus menghormati kebinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan  informasi yang tepat , akurat dan benar melakukan pengawasan.

Lalu bagaimanakah dengan peranan pers saat ini, apakah mengalami pergeseran? Mengulik sedikit mengenai hal tersebut dalam perjalanan sejarahnya pers di Indonesia telah melewati masa yang sulit hingga dapat berkembang dengan baik di era sekarang. Terlihat dari perjuangan  saat berada dalam jajahan bangsa asing , dan pada  akhirnya dapat ikut serta dalam hal penting mengenai penyebarluasan tentang berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada saat itu . Terbukti bahwa  Media massa menjadi saksi begitu besarnya perjuangan bangsa ini untuk mencapai Kemerdekaan dan sebagai penggerak pembangunan bangsa. Selain itu, dalam perjalanan selanjutnya media massa juga mengalami sebuah kekangan yang sangat besar di negara sendiri, seperti adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers) dan Pembredelan Tempo, Detik, Editor yang dilakukan oleh pemerintah pada masa itu. Namun setelah reformasi bergulir  pada tahun 1998 , pers Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar dalam mengekspresikan  kebebasan. Fenomena ini ditandai dengan banyaknya media-media baru cetak dan elektronik yang bermunculan mengisyratkan bahwa kebebasan pers sangat dijunjung tinggi bakan adanya keberanian pers dalam  mengkritik penguasa juga menjadi ciri khas baru pers Indonesia.

Namun adanya kebebasan  pers yang berlebihan tanpa adanya kontrol akan menimbulkan persoalan yang baru, terkait peranan pers yang harus mengembangakan pendapat umum jalannya pemerintahan. Terlebih secara tidak langsung pers Indonesia saat ini memperlihatkan sikap yang dilematis, yang mana adanya kebebasan pers sangat dibutuhkan sebagai wadah untuk menampung aspirasi rakyat dan wujud dari demokrasi. Tetapi di sisi lain , kebebasan  tersebut sering tereksploitasi sebagai indrustri media untuk mendapatkan keuntungan sebanyak – banyaknya dengan mengabaikan fungsinya sebagai pendidik bangsa. Hal ini terbukti dengan banyaknya media pers yang memberitakan berita politik tetapi selalu memperlihatakan subjektifitas atau keterpihakan akan aktor – aktor politik tersebut yang merupakan pemilik dari media massa tersebut. Lalu dimana letak keakuratanya? Jika dibalik semua itu  ada tujuan tertentu berupa keuntungan yang sangat besar yang ingin dicapai.

Sungguh ironi bukan, yang berawal dari  kebebasan berganti menjadi “kebabalasan”.  Pergesaran yang selanjutnya yang terlihat dari media massa saat ini yaitu adanya unsur liberalisasi ekonomi yang masuk kedalamnya, yang sering mengabaikan pendidikan. Terlihat dari tanyangan acara di televisi ataupun  pemuatan  rubrik berita di media massa mengandung unsur komersialisasi yang menyebabkan orang lebih senang menonton dan membaca menjadi sajian sehari – hari hingga terkadang menyebabakan mereka selalu merasa ingin lagi dan lagi.

Sehingga dalam rangka mengimplementasikan kebebasan pers nasional, maka diharapkan media massa tanggap dengan situasi publik karena sebagai sarana rakyat untuk mengapresiasikan pendapatnya kepada pemerintah dan tidak seharusnya memenuhi kepentingan sepihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun