Sebutan lain dari angan-angan adalah ujung-ujung pikiran. Istilah ini diperkenalkan oleh paman atau dalam bahasa jawanya "Paklek" dalam perjalanan selama kurang lebih dua jam ke kota Surabaya sekembalinya dari Lumajang.
Bermula dari obrolan ringan sampai cerita mengenai romantika cinta yang tidak ada habis-habisnya untuk diperdebatkan. Entah mengapa hati ini merasa pas atau "sreg"Â dengan obrolan ini. Ceritapun terus berlanjut dan sampailah pada momen cinta anak muda yang mengharu biru yang dikenal dengan "cinta setengah mati". Namun paman menyanggah istilah ini, dan menyebutnya dengan "cinta yang berdarah-darah". "Yah begitulah cinta, deritanya tiada akhir" ungkapan cinta yang mewakili manis dan pahitnya cinta ala Chu Pat Kay. [1]Â
Diskusi terus berlanjut, beliau berkata, "Hati-hati dengan ujung-ujung pikiranmu karena yang menggerakkan adalah nafsu, yang bisa saja dimanfaatkan oleh setan ataupun jin. Makanya kalau ke kamar mandi, bacalah doa dan pakailah alas kaki". Petuah ini terus bergaung dalam alam pikiranku.Â
Tidak berhenti disitu saja, beliau mengungkapkan bahwa inilah kali pertama bercerita setelah hampir 5 tahun memendamnya. Sontak saja, saya mengucap puji syukur, karena pada akhirnya ada orang yang menjelaskan tentang sesuatu yang belum pernah saya baca dalam berbagai literatur. Kiranya itu adalah momen yang dikenal dalam khasanah Jawa dengan ungkapan "mbabar ilmu".
Selama berbulan-bulan terus mencari dengan membaca berbagai literatur terutama filsafat, dunia sufi dengan tasawufnya, khasanah jawa. Tidak lupa diskusi dengan orang-orang yang dipertemukan turut menambah deretan pengetahuan dalam struktur kognisi yang pada akhirnya mengantarkanku untuk memahami lebih jelas. Pemahaman ini telah mengajarkan bagaimana hidup dengan mengelola dan menyikapi angan-angan dengan bijak.
Ada dua kunci pengetahuan untuk bisa memahami ujung-ujung pikiran, diantaranya:
- Ungkapan Iimam Al Ghazali mengenai angan-angan. "Angan-angan itu seperti halnya ikan yang di lepaskan dari air. Ia akan terus mengelepar dan sulit untuk mengendalikannya". [2], [3]
- Khasanah Jawa yang dikenal dengan "Hening, Heneng, Henung, dan Hewas". Belajar keras untuk bisa memaknai istilah dengan gambaran nyata minuman kopi. Bagaimana pembuatannya, ketika diaduk tercampur merata sampai akhirnya lama-lama mengendap dan terlihat dengan jelas mana minuman kopi dan mana ampasnya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat penting untuk bisa membedakan mana masalah, sumber penyebab dan solusinya. Sehingga tatkala masalah datang bertubi-tubi tidak lantas membuat kita bingung, galau, dan ujung-ujungnya stres. Semua terlihat dengan jelas.
Dengan mendasarkan pada kedua pengetahuan tersebut telah memungkinkan untuk melengkapi bangunan pengetahuan angan-angan. Sampai akhirnya, dalam kehidupan nyata mampu melihat dengan jelas gambaran dari sebuah masalah. Hal yang sebelumnya tidak pernah nampak baik dalam pengetahuan maupun pengalaman. Tidak henti-hentinya bersyukur atas karunia yang telah diberikan.
Referensi:
[1]Â https://www.kompasiana.com/dewipagi diakses 6 Juli 2018.
[2]Â https://jalanmendaki.wordpress.com/2009/10/28/jangan-panjang-angan-angan-imam-al-gazhali/, diakses 6 Juli 2018.
[3]Â http://palembang.tribunnews.com/2017/10/06/nasehat-imam-al-ghazali-jika-panjang-angan-angan-dan-hanyut-dalam-lamunan?page=2https://jalanmendaki.wordpress.com/2009/10/28/jangan-panjang-angan-angan-imam-al-gazhali/, diakses 6 Juli 2018.