Dialog sebagai Penghubung Sekat antara Sains dan Agama
Sains, budaya, dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan kompleks . Masing-masing bidang tersebut memiliki peranan penting dalam membangun kehidupan manusia. Budaya sebagai kultur yang dijadikan penanda kebiasaan manusia atau masyarakat sekitarnya, lalu sains sebagai sarana pengetahuan, dan agama sebagai suatu keyakinan yang dianut masing-masing individu. Tentu paradigma mengenai sains, budaya dan agama acapkali bertentangan, tapi, sesungguhnya ketiganya saling mengikat. Keterkaitan tersebut terwujud dalam keseharian manusia yang tidak berhenti dalam mengolah akal budi.Â
Kemajuan zaman telah menuntut ilmu pengetahuan untuk terus berkembang, dan kebudayaan akan mencari jalan agar tak hilang tergerus arus begitu saja. Upaya mengintregasikan antara sains, budaya, dan agama sering dilakukan melalui dialog. Namun, diskusi terkadang mandek karena adanya sekat pembatas antara sesuatu yang bersifat lahiriah (material) yakni sesuatu yang dipandang agama sebagai barang keduniawian dan batiniah (spiritual) yaitu kehidupan berdasarkan nilai-nilai rohani. Agama selalu menyeru pada yang baik dan bijak. Segala perilaku manusia telah diatur sedemikian rupa oleh agama dan tertulis di dalam kitab-kitab. Ketika nilai kebaikan yang terdapat dalam agama dapat diserap oleh individu  dan digunakan dalam rangka menciptakan budaya perilaku yang positif dan membangun manusia yang berpengetahuan. Maka, sangat mungkin sains, budaya, dan agama dapat dipahami sebagai entitas yang tidak terpisahkan.Â
Memandang Sains sebagai Karunia Tuhan
Majunya teknologi saat ini tentu dipengaruhi oleh pengembangan sains yang pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Sebagai contoh, aljabar yang dikembangkan oleh Al-Khawarizmi, yang dilakukan olehnya telah memunculkan dan membuka kesempatan manusia hari ini untuk membuat bermacam-macam prototipe teknologi yang akan berguna bagi manusia. Sejauh ini, sains seolah hanya berbicara tentang kebenaran realitas objektif, sedangkan agama membicarakan tentang manusia, ruh, dan jagat raya beserta Tuhan penciptanya. Diperlukan titik temu antara keduanya agar dikotomi antara sains dan agama dapat menjumpai titik cerah. Salah satunya melalui kesadaran mengenai manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memproduksi, melahirkan beragam inovasi, dan menetaskan beragam wawasan pengetahuan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H