Suasana hiruk-pikuk Pasar Pucang, Kebumen yang ramai, Ibu Ndimah seorang penjual jenang ketan berusia 78 tahun, tetap menjaga semangatnya untuk bekerja keras, meskipun usia yang semakin senja. Setiap hari, meski tubuhnya semakin menua, ia dengan penuh ketekunan membuka lapak dan menjajakan jenang ketan yang menjadi favorit banyak orang, membuktikan bahwa usia bukan penghalang untuk semangat hidup dan berkarya. "Saya masih harus bekerja. Ini bukan hanya untuk hidup, tetapi juga untuk menjaga kehormatan dan kebanggaan diri," ungkap Ibu Ndimah dengan senyum tulus, meskipun usianya sudah lebih dari tujuh puluh tahun. Ibu Ndimah menjelaskan bahwa bekerja baginya lebih dari sekadar mencari nafkah. Pekerjaan ini adalah cara untuk tetap aktif dan terlibat dalam kehidupan sehari-hari. Ia merasa bahwa semangat bekerja adalah kunci untuk menjaga kesehatan fisik dan mental di usia senja.
Setiap hari, Bu Ndimah selalu bangun pagi-pagi sekali untuk memulai proses pembuatan yang memakan waktu kurang lebih 7-8 jam. Proses pembuatan jenang ketan ini tidaklah sederhana. Bu Ndimah menggunakan bahan-bahan pilihan seperti gula jawa yang berkualitas, beras ketan yang berkualitas, serta kelapa santan segar untuk menjaga cita rasa autentik jenang ketannya. Dengan penuh perhatian dan cinta, Bu Ndimah selalu memastikan setiap bahan yang ia gunakan adalah yang terbaik. Ia memilih gula jawa berkualitas tinggi, yang memberikan rasa manis alami dengan sentuhan aroma khas yang begitu menggoda. Beras ketan pilihan, yang telah melalui proses pengolahan hingga menjadi tepung ketan halus, menjadi bahan utama yang menentukan tekstur lembut jenang buatannya. Tak hanya itu, ia juga menggunakan kelapa segar yang diparut dengan hati-hati, kemudian diperas untuk menghasilkan santan yang kental dan murni. Semua bahan ini dipadukan dengan keahlian dan ketelatenan, menciptakan rasa autentik yang tak tergantikan. Bagi Bu Ndimah, setiap langkah, mulai dari memilih bahan hingga mengaduk jenang dengan sabar di atas api, adalah bagian dari seni yang tak hanya mempertahankan cita rasa tradisional, tetapi juga mencerminkan kecintaan dan dedikasinya terhadap warisan kuliner yang ia jaga sepenuh hati.
Bu Ndimah, seorang perempuan tangguh yang dikenal luas di lingkungan tempat tinggalnya, selalu memancarkan energi positif dan semangat hidup yang luar biasa. Meski usianya sudah lanjut, semangatnya untuk terus berkarya seakan tak pernah surut. Jenang ketan buatannya yang terkenal lezat tidak hanya memikat lidah para pelanggan setianya, tetapi juga menjadi simbol ketekunan dan kecintaannya terhadap apa yang ia kerjakan. Tidak hanya dikenal karena keahliannya dalam membuat makanan tradisional, Bu Ndimah juga dihormati atas dedikasinya yang luar biasa. Ia selalu hadir dengan senyuman, menyambut pelanggan dengan keramahan yang tulus. Bagi banyak orang, ia bukan sekadar penjual jenang ketan, tetapi juga inspirasi hidup. Semangat dan kegigihannya mengajarkan bahwa usia bukanlah batasan untuk terus berkarya dan memberi makna bagi orang lain. Cerita Bu Ndimah menjadi pelajaran hidup bagi siapa saja yang mengenalnya. Ia adalah teladan dari kerja keras, rasa syukur, dan keberanian untuk tetap berkontribusi kepada lingkungan di sekitarnya, terlepas dari segala keterbatasan. Sosoknya membuktikan bahwa keberhasilan tidak melulu diukur dari besar atau kecilnya pencapaian, tetapi dari ketulusan hati dalam menjalani hidup.
Ibu Ndimah adalah bukti hidup bahwa semangat dan ketekunan sejati tidak mengenal usia. Dengan kerja keras dan cinta yang tulus pada pekerjaannya, ia tidak hanya menghadirkan jenang ketan yang menggugah selera bagi para pelanggannya, tetapi juga menanamkan pelajaran berharga tentang keteguhan hati dan semangat hidup yang pantang menyerah. Di tengah dunia yang sering kali memandang usia tua sebagai keterbatasan, Ibu Ndimah hadir sebagai sosok yang melampaui batasan tersebut. Ia menunjukkan bahwa selama masih diberi nafas kehidupan, selalu ada alasan untuk bangkit, berjuang, dan terus berkarya. Ia adalah inspirasi nyata, pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya datang dari apa yang kita hasilkan, tetapi dari cara kita menjalani hidup dengan penuh rasa syukur dan semangat. Melalui langkah-langkah kecilnya yang penuh makna, Ibu Ndimah mengajarkan kita semua bahwa tidak ada kata terlambat untuk memberi dampak positif bagi sekitar. Di setiap piring jenang ketan yang ia sajikan, terselip pesan kuat: bahwa hidup adalah tentang bagaimana kita memilih untuk terus melangkah, apa pun rintangannya, dan tetap memberi yang terbaik dari diri kita.
Dengan semangat yang tak kenal lelah, Ibu Ndimah mengajarkan kita bahwa usia hanyalah angka, dan bahwa semangat untuk bekerja dan berkarya tak pernah pudar meskipun tubuh mulai menua. Di balik lapaknya yang sederhana, ia menyajikan lebih dari sekadar jenang ketan, tetapi juga pelajaran berharga tentang keteguhan hati dan pentingnya tetap aktif dalam menjalani kehidupan. Melalui ketekunan dan dedikasinya, Ibu Ndimah membuktikan bahwa hidup harus dijalani sepenuh hati, tanpa membiarkan usia menjadi hambatan. Semangatnya yang tak tergoyahkan adalah inspirasi bagi kita semua untuk terus berjuang, berkreasi, dan memberi yang terbaik dalam setiap langkah hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H