Sore tengah berhujan ketika saya datang ke Alfresko. Terletak di pinggiran kota Genteng, Alfresko bersebelahan dengan rumah-rumah penduduk, bukannya di pinggir jalan besar yang dipadati bangunan-bangunan ruko atau bank-bank. Bila anda duduk di berandanya masih terlihat tampilan sawah nun di seberang jalan, agak ke utara. Di depannya terlihat rumah-rumah berjajar dengan pohon menjadi naungan di bagian depan. Memberikan nuansa tersendiri bagi mata. Sangat berbeda dari kafe-kafe kebanyakan lain yang mulai bertumbuhan di kota Genteng, yang umumnya terpusat di tengah kota.
Mengadopsi konsep rustic pada bangunannya, Alfresko sengaja memanfaatkan kayu-kayu bekas yang diolah dan didesain sedemikian rupa sehingga terkesan lawas. Konsep tersebut diperkuat oleh penggunaan beberapa material lain yang berusia diatas 50 tahun yang pada akhirnya menjadi fitur orisinal, unik, dan khas bagi kafe satu ini. Hal inilah yang kemudian menjadi pembeda antara Alfresko dengan tempat-tempat lainnya.
Ketika ditanya mengapa Genteng yang dipilih sebagai tempat Alfresko menancapkan kukunya di dunia kuliner, Yogi selaku pengelola mengungkapkan bahwa Genteng menjadi pilihan karena tantangan paling berat dalam membangun brand dan bisnis kuliner di wilayah Banyuwangi berada di wilayah ini. Menurutnya Genteng akan menjadi barometer bisnis kuliner di Banyuwangi, terlebih karena disini sudah banyak nama atau brand-brand legendaris sepert Rantinem, Djamilah, Bu Maksoem, dan lain-lain.
“Mereka (Rantinem, Djamilah, Bu Maksoem, dan lain-lain) adalah pemilik hati pelanggan kuliner di wilayah ini. Sangat sulit untuk mensejajarkan diri dengan brand-brand legendaris tersebut, tetapi itu bukanlah hal yang mustahil. Dan saya yakin semua operator bisnis kuliner di Genteng atau Banyuwangi pastinya ingin sesukses mereka dalam merebut hati pelanggan. Oleh karena itu sukses di Genteng akan memberikan dampak besar terhadap satu brand. Dan Alfresko ingin mendapatkan sukses tersebut,” imbuhnya.
Lebih lanjut pria yang sudah malang melintang lama di dunia resto ini berkata ,”Lewat tagline ‘eat, drink, joy’ kami ingin agar Alfresko menjadi tempat yang nyaman untuk menikmati makanan dan minuman. Tujuannya tak lain agar semua orang mendapatkan kesenangan atau kebahagiaan.”
Disinggung mengenai kopi yang juga menjadi salah satu minuman yang dijual di tempat ini Yogi memberi penjelasan ,”Tempat ini bukan tempat yang secara spesifik kita claim sebagai tempat ngopi semata. Namun, Alfresko ingin menempatkan diri sebagai tempat tujuan yang punya beberapa pilihan produk yg berkualitas— makanan ringan ada, makanan berat ada, menu kekinian ada, kopi ada, dan bahkan teh pun ada. Jadi customer baik itu laki-laki, perempuan, masih lajang atau sudah berkeluarga dan bahkan anak-anak bisa mendapatkan apa yang mereka cari di Alfresko.”
Mengenai menu, Yogi mengungkapkan bahwa Alfresko tak melulu mengusung menu western/European. Justru konsep yang dikedepankan adalah mempertemukan menu barat dan timur yang sudah familiar di tengah masyarakat kita. Menu-menu tradisional ala Indonesia di kemas ulang, diberi sentuhan akhir yang cantik, sehingga terkesan laiknya makanan ala barat. Contohnya banana fritters dan cheese cassava yang sempat saya nikmati kala bertandang kesana.


Meski begitu tidak semua menu lokal diubahsuaikan agar kekinian. Sebagian lainnya masih tampil asli apa adanya. Yogi beralasan hal itu dilakukan untuk memberikan porsi yang seimbang antara kearifan lokal dan keragaman global. Contohnya sega jambok (sega jangan lombok), tahu petis, teh poci, wedang uwuh dan lain-lain.
Lebih jauh lagi ia juga mengatakan bahwa salah satu misi besar Alfresko adalah memperkenalkan menu “Sega Jambok” sebagai “guinean signature item” yang diharapkan bisa menjadi ikon dan sebutan populer di dunia kuliner. Sejajar dengan menu-menu legendaris lain yang sudah lama merajai dunia kuliner Indonesia semacam nasi jinggo, sega kucing, dan sebagainya.