Mohon tunggu...
AFIFUDIN MUSLIKH
AFIFUDIN MUSLIKH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumni Mahasiswa Sastra Indonesia

Pelaku sejarah, aktor semesta, sutradara diri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahun Baru di Desa: Tradisi Bakar-bakaran yang Sarat Makna

31 Desember 2024   19:59 Diperbarui: 31 Desember 2024   19:59 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Momen Bakar-bakar Bersama Teman (Sumber: Afifudin Muslikh)

Perayaan tahun baru di desa memiliki ciri khas tersendiri yang kental dengan nuansa tradisional dan kebersamaan. Alih-alih menyalakan kembang api seperti di kota-kota besar, masyarakat desa lebih sering menggelar acara bakar-bakaran. Aktivitas ini bukan hanya soal membakar makanan, tetapi juga menjadi simbol perbedaan antara modernitas dan tradisi yang masih hidup di masyarakat pedesaan. 

Di desa, malam tahun baru biasanya diisi dengan aktivitas berkumpul bersama keluarga, tetangga atau teman. Mereka akan menyalakan api unggun, membakar ayam, ikan, sosis atau makanan lainnya yang mudah ditemukan di sekitar. Tradisi ini menciptakan suasana hangat, baik dari api maupun dari tawa dan obrolan yang saling mengisi.

Berbeda dengan kota yang identik dengan hingar-bingar kembang api, desa memberikan pengalaman yang lebih tenang dan bermakna. Tidak ada suara bising ledakan, hanya percikan api unggun yang menceritakan keakraban dalam kesederhanaan.

Ketiadaan kembang api di desa bukan berarti masyarakat desa tidak mampu untuk ikut dalam tren modern. Namun, hal ini lebih karena nilai tradisi dan kearifan lokal yang masih dipegang erat. Kembang api dianggap kurang bermakna dan kurang relevan bagi sebagian besar warga desa. Selain itu, bakar-bakaran lebih sesuai dengan nilai gotong-royong yang menjadi ciri khas masyarakat pedesaan.

Tradisi ini juga mencerminkan hubungan manusia dengan alam. Kayu untuk api unggun biasanya didapat dari lingkungan sekitar, sedangkan makanan yang dibakar sering kali merupakan hasil dari peternakan, kebun atau ladang sendiri. Semua ini memperlihatkan harmoni yang masih terjaga antara manusia dan alam di desa.

Selain untuk menghangatkan suasana, api yang menyala di malam tahun baru juga memiliki makna simbolis. Dalam banyak tradisi, api melambangkan pembersihan dan harapan baru. Dengan berkumpul mengelilingi api, masyarakat desa seolah-olah "membakar" segala hal buruk di tahun yang lalu dan menyongsong tahun baru dengan semangat yang lebih cerah. 

Tradisi bakar-bakaran di desa mengajarkan bahwa perayaan tahun baru tidak harus selalu mewah atau penuh dengan kemeriahan. Kadang, kesederhanaan justru membawa kebahagiaan yang lebih nyata. Kota bisa belajar dari desa tentang bagaimana menikmati momen pergantian tahun dengan lebih mendalam, tanpa melupakan hubungan dengan keluarga, tetangga, dan lingkungan sekitar. 

Tahun baru di desa memang berbeda dengan kota, tetapi justru itulah keunikannya. Di tengah dunia yang semakin modern, desa menjadi pengingat akan pentingnya menjaga tradisi dan nilai-nilai kebersamaan. Jadi, jika suatu hari kalian punya kesempatan merayakan tahun baru di desa, jangan lewatkan momen bakar-bakaran ini. Kalian akan menemukan kehangatan dan makna baru yang sulit dilupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun