Mohon tunggu...
Afifi Hasbunallah
Afifi Hasbunallah Mohon Tunggu... Guru - -

"Berpikir Kritis dan Humanis Menembus Dimensi Takdir"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pasar Kepribadian

28 Agustus 2014   08:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pasar Kepribadian? Jangan samakan pasar ini dengan pasar burung, pasar ikan atau pasar yang menyediakan berbagai macam kebutuhan pokok. Bukan juga pasar yang menjadi tempat transaksi antara penjual dan pembeli dalam rangka pemenuhan kebutuhan hajat hidup dengan fungsi yang beragam.

Pasar kepribadian adalah sebuah istilah yang dipakai oleh Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving dalam menjelaskan karakter cinta manusia yang ada pada saat ini yang hanya berfokus pada asas pertukaran saling menguntungkan. Dimana seseorang berusaha menjadi apa yang diinginkan oleh khalayak (sebagai komoditi) dengan harapan bisa menggaet dan menarik hati calon pembeli.

Hal tersebut menurut Erich Fromm terjadi karena pemahaman manusia hanya sebatas tentang bagaimana dicintai. Maka tak mengherankan apabila dalam pengejaran tujuan tersebut seorang laki-laki berusaha agar sebisa mungkin dipandang sebagai pribadi yang sukses, kaya, berkuasa serta berkedudukan tinggi. Dan seorang wanita yang selalu berusaha membuat dirinya semenarik mungkin dengan merawat tubuh, pakaian, penampilan dan lain sebagainya.

Lebih jauh lagi, pasar kepribadian mampu “menciptakan” kebutuhan akan pribadi yang menyenangkan, suka menolong, sopan dan sederet sifat terpuji lainnya yang laku di pasar kepribadian yang bisa dengan mudah membuat orang mendapatkan predikat sukses dalam kehidupan sosialnya. Sehingga Erich Fromm berpendapat bahwa “apa yang dimaksudkan sebagian besar orang dalam budaya kita sehubungan dengan dapat dicintai pada dasarnya merupakan campuran antara populer dan mempunyai daya tarik seksual”.

Hal lain yang merupakan faktor yang terkait dengan apa yang disebut sebagai dicintai adalah budaya kontemporer yang didasarkan pada selera membeli. Budaya yang dengannya membuat kebahagiaan seseorang hanya dapat diukur dengan melihat-lihat dan membeli semua apa yang mampu dia beli. Sehingga secara tidak langsung, budaya tersebut membuat seseorang baik laki-laki atau perempuan berusaha menjadi pribadi yang menarik baik secara fisik maupun mental dengan tujuan agar “laku dipasaran”.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan hanya akan jatuh cinta ketika bisa menemukan komoditi terbaik di pasar kepribadian. Sehingga membuat cinta sebatas rasa yang berkembang dalam kaitannya dengan komoditas dalam mendapatkan peluang masing-masing untuk melakukan pertukaran. Pada akhirnya cinta hanyalah budaya yang didalamnya berlaku orientasi pemasaran, dan dimana sukses materi merupakan nilai paling menonjol sehingga menjadikan hubungan cinta manusia mengikuti pola yang sama dengan pertukaran yang menentukan pasar komoditas.

Apapun yang terjadi dan bagaimanapun manusia mengartikan cinta, dia tetaplah sesuatu yang indah.

Selamat bercinta dan selamat menikmati cinta menurut keyakinan masing-masing!

Balerante, 27 Agustus 2014

Disadur dari buku The Art of Loving karya Erich Fromm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun