Mohon tunggu...
Afif Fuad Saidi
Afif Fuad Saidi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, pegiat sosial media

Menulislah, seberapa keras suaramu untuk berteriak?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wahabisme dan Budaya Pop Islam: Sebuah Akrobat Dakwah

30 Mei 2019   19:53 Diperbarui: 30 Mei 2019   20:22 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahabisme, HTI dkk sebagai gerakan islam kanan yang akhir-akhir ini berubah haluan menjadi gerakan islam yang paling "Meminjam istilah Muhammadiyah" Berkemajuan. Bagaimana tidak, mereka melebarkan sayap dalam segala apa yang hari ini mereka sebut sebagai lahan dakwah kekinian. Mulai dari tempat berdakwah yang sudah merambah media sosial, gerakan-gerakan khas gerakan pop kaum urbanpun dilaksanakan. Gaul, kekinian dan populer.

Fenomena ini sebenarnya menjadi anomali dalam kacamata kislaman mereka sendiri, mereka yang konservatif kaku dan tekstual, kini menjelma menjadi gerakan Islam Pop yang sangat digandrungi masyarakat urban. Mereka berhasil dalam menyebarkan ideologinya yang konservatif dengan cara yang sangat Pop dan kekinian.

Mereka sadar betul tentang konsep Maudu` Ad Da`wah, siapa yang akan mereka dakwahi dan dimana mereka berada. Di era saat ini, dimana media sosial menjadi dunia kedua kaum milenial, nah mereka hadir disana, mereka hadir sebagai oase sejuk para pencari tuhan yang terseat dalam beantara dunia digital. Untuk urusan cara berdakwah, mereka rela untuk menggadaikan ideologi mereka yang kaku demi memperoleh pengikut dari kalangan milenial saat ini.

Dan apa yang terjadi? Mereka berhasil, mulai dari gerakan pop kaum urban dan artis tentang Hijrah Fest, gerakan Indonesia tanpa pacaran misalnya, adalah dua contoh kecil bagaimana wahabisme bisa bertranformasi menjadi gerakan islam yang sangat populer dan kekinian. Lantas apakah akan menggeser ideologi mereka yang konservatif? Tidak! Hanya caranya yang populer dan kekinian, namun hasilnya akan tetap konservatif. Ini yang patut kita ajungi jempol, luar biasa.

Apakah gerakan semacam ini berbahaya? Tentu saja ia, berbahaya bagi keberadaan Islam Indonesia, Islam dengan budaya dan karakter khas ke-Indonesiaan yang ada sejak zaman dahulu. Islam yang telah berasimilasi indah dengan budaya luhur bangsa Indonesia. Dimana letak berbahayanya? Ini bukan soal celana cingkrang, hijab super lebar dan cadar, namun ini adlah ideologi yang akan mengalami pergeseran.

Wahabisme membawa ideologi konservatif yang tak akan sejalan dengan semangat Islam Indonesia, walapun dengan cara berdakwah ala budaya-budaya Pop kaum urban, ingat, soal pola pikir dan sikap, mereka tetap akan konservatif, kaku, tekstual dan bahkan Intoleran. Ketika dakwah mereka terus berkembang dan diterima dengan baik, maka wajah Islam Indoensia sepuluh duapuluh tahun kedepan akan berubah.

Menghentikan dakwah mereka bukan dengan hanya mencibir dan mencurigai dengan narasi bahwa Islam mereka adalah akar dari intoleransi dan radikal, NU dan Muhammadiyah adalah pagar besar untuk Islam Indonesia yang indah dan toleran ini, turun ke gelanggang, ikuti apa yang menjadi cara mereka dalam berdakwah. Beri pilihan bagi masyarakat digital saat ini, bahwa ada Islam yang indah, Islam Indonesia yang punya akar sejarah kuat dalam perjalanan bangsa ini.

Ormas Islam besar di Indonesia punya tanggung jawab keagamaan dan kenegaraan dalam hal ini, mereka saat ini tertinggal jauh terhadap aksi-aksi Wahabisme, HTI dkk, keberadaan Islam Indonesia adalah aset besar bangaiama kerukukan, toleransi dalam kebhinekaan bangsa ini terjaga. Ini menjadi oto-identifikasi diri, bahwa saat ini kita telah dijajah dengan ideologi Islam konservatif yang sangat berbahaya.

Bagaimana berbagai macam media, baik televisi, radio, sosial media, mereka sudah kuasai dan mereka isi, bagaimana gerakan-gerakan Pop kaum urban berhasil mereka kemas dan berhasil membawa wajah baru Islam di Indonesia. Jika ini dibiarkan, buakn tidak mungkin, NU dan Muhammadiyah akan kehilangan warganya, bukan hanya kehilangan warganya, namun juga kehilangan esensi dari semangat-semangat luhur Islam Indonesia sebagai tonggak kokoh kebhinekaan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun