Mohon tunggu...
Afief Burhany Thahir
Afief Burhany Thahir Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Pemula dan Freelance Desain Gambar Teknik

Seorang yang tidak pernah berhenti untuk berpikir dan merenung tentang segala hal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keluh Kesah Problematika Pendidikan di Indonesia

28 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 28 Januari 2024   10:00 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan seharusnya menanamkan nilai | Sumber : LOVEPIK.COM

Pendidikan adalah tatacara seseorang dalam memberikan pengetahuan mengenai segala ilmu yang ada di dunia terhadap orang lain dengan metode tertentu. Pendidikan adalah hal yang penting dan harus dimiliki oleh setiap orang yang ada di dunia, termasuk kepada seluruh warga negara Indonesia. Pada saat ini, problematika pendidikan terus bermunculan di Indonesia, mulai dari kualitas guru dan siswa, infrastruktur pendidikan, serta sistem dari pendidikan itu sendiri. 

Salah satu problematika pendidikan adalah konsep berpikir orang-orang saat ini tentang pendidikan hanya berpatokan pada segi kuantitas, bukan kuantitas. 

Contohnya pada suatu kelas, semua siswa akan berusaha untuk mendapatkan nilai tertinggi. Bahkan apapun caranya akan dilakukan meskipun itu adalah cara yang salah. Seseorang tidak akan bisa membedakan mana siswa yang benar-benar cerdas atau siswa yang kelihatannya saja cerdas. 

Hal itu dikarenakan siswa jarang ditanamkan tentang esensi pendidikan dan nilai dari pendidikan sebenarnya. Esensi dasar dari pendidikan adalah membuat setiap orang berbakat sesuai kemampuan masing-masing. Bukan malah sebaliknya, hanya mengejar angka demi berlomba-lomba siapa yang paling pintar diantara seluruh orang. Seperti yang pernah dikemukakan oleh Albert Einstein, "Semua orang jenius. Tapi jika menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, ia akan menjalani hidupnya dengan percaya bahwa ia itu bodoh". 

Hal yang harus dilakukan oleh tenaga ahli pendidikan saat ini adalah melakukan tes minat dan bakat sedini mungkin dan menuntun setiap siswa agar bisa mencapai kecerdasannya berdasarkan minat bakat yang ia miliki. Siswa yang berbakat dalam seni dan olahraga harus dituntun agar bisa meningkatkan skillnya untuk menjadi seniman dan olahragawan yang terampil.

Selain itu, orang tua siswa juga harus mengerti akan minat dan bakatnya sedini mungkin dan diarahkan agar dia berhasil. Problematika saat ini adalah terkadang orang tua ingin agar anaknya bercita-cita sesuai dengan keinginannya sendiri. Seseorang yang ahli dalam menggambar justru dituntut agar bisa menjadi seorang insinyur, padahal ia kurang berbakat dalam bidang berhitung dan pemecahan masalah atau problem solving. 

Hal itu yang membuat terkadang miris bahwa seseorang yang pintar dalam bidang tertentu pada saat dewasa dia hanya bisa menjadi seorang karyawan biasa dikarenakan orangtua yang gagal memahami minat dan bakat ia sebenarnya dan merasa bahwa anaknya itu tidak pintar.

Problematika lain dalam pendidikan adalah dalam segi infrastruktur. Bangunan dan sarana prasarana sekolah yang ada pada kota-kota besar dan kecil atau pinggiran kota tentu akan sangat berbeda dengan yang ada pada daerah atau pedalaman. Kesenjangan inilah yang membuat jika ada seorang siswa yang pindah dari kota ke daerah ataupun sebaliknya akan terasa mudah atau sulit dalam persaingan dengan siswa lain. Selain itu, tingkat perkembangan dalam membaca, menulis, dan perkembangan informasi juga akan terasa berbeda jika sekolah kota dibandingkan dengan sekolah daerah. 

Selain itu, sekolah yang memiliki infrastruktur dan kualitas guru yang terbaik tentu tidak murah, terutama dalam fasilitas pemahaman multilingual. Di Asia Tenggara, tingkat pemahaman Bahasa Inggris di Negara Indonesia saja masih termasuk tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga, dengan English Proficiency Index pada angka 473. Pada era global ini, seharusnya siswa juga dituntut agar dapat menguasai bahasa kerja industri global, yaitu Bahasa Inggris. 

Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia seharusnya diarahkan menuju pola berpikir kritis. Apabila seorang siswa hanya diberi soal hafalan atau konsep dasar saja maka siswa tidak akan berkembang mengikuti perkembangan zaman dan tidak dapat berpikir kritis. 

Dikarenakan kurangnya pemahaman berpikir kritis sebagian orang di Indonesia tidak akan mengerti mana ajaran dasar dan mana ajaran yang bersifat dogmatis yang dikemukakan oleh suatu tokoh. Seseorang menjadi mudah tertipu dan tidak bisa berpikir ketika dihadapkan dengan suatu statement yang bersifat spiritual maupun yang bersifat politis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun