5 PENERAPAN KAIDAH FIQQIYAH DALAM TRANSAKSI KEUANGAN
A.Pendahuluan
Penerapan kaidah fiqhiyyah dalam transaksi keuangan merupakan suatu pendekatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum Islam atau fiqh. Fiqh adalah cabang ilmu dalam Islam yang membahas hukum-hukum syariah, termasuk dalam konteks ini adalah hukum-hukum terkait transaksi keuangan. Penerapan kaidah fiqhiyah dalam transaksi keuangan mencakup berbagai aspek, termasuk keadilan, kejujuran, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Penerapan kaidah-kaidah ini bertujuan untuk menciptakan transaksi keuangan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, adil, dan tidak merugikan salah satu pihak. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan keberlanjutan, keadilan sosial, dan distribusi kekayaan yang merata dalam masyarakat. Tujuan dari penerapan kaidah fiqhiyah adalah untuk memastikan bahwa transaksi keuangan dilakukan sesuai dengan nilai-nilai etika Islam dan prinsip-prinsip keadilan. Berikut adalah beberapa penjelasan dan contoh penerapan kaidah fiqhiyah dalam transaksi keuangan :
1.Allah menghalalkan perdagangan dan mengharamkan Riba
Beberapa ayat dalam Al-Qur'an menekankan pentingnya perdagangan yang adil dan menghindari riba. Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’at-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya: :” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S. al-Baqarah: 275). Umat Islam yang melakukan transaksi jual beli, harus mengetahui syarat dan ketentuan amalan jual beli berdasarkan ketentuan Al-Quran dan Hadits agar dapat melakukan transaksi jual belinya sesuai dengan syariat dan tidak termasuk dalam tindakan atau pembelian yang dilarang.
2.Setiap penambahan utang yang bersyarat sesuai dengan jangka waktunya adalah Riba.
Dari Abu Hurairah Ra. bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Dikatakan, Wahai Rasulullah, apakah tujuh perkara tersebut? Rasulullah Saw. bersabda: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa tidak dengan cara yang haq, memakan harta anak yatim, memakan riba, melarikan diri dalam medan perang, dan(HR. Muslim). Riba atau bunga yang diharamkan adalah penambahan atau pengambilan tambahan tertentu di atas pokok utang dalam transaksi keuangan. Prinsip ini dilarang dalam Islam karena dianggap tidak adil dan merugikan salah satu pihak dalam transaksi tersebut. Contoh nya si A meminjam uang ke si B sebesar 100 juta dengan waktu 7 bulan dengan syarat bunga sebesar 6% perbulan nya.
3.Setiap peminjaman yang mendatangkan manfaat adalah riba, atau setiap pemijamannya ditentukan terlebih dahulu adalah riba
Ibnul Mundzir rahimahullâh berkata, “Para ulama bersepakat bahwa pemberi pinjaman, apabila mempersyaratkan suatu hadiah atau tambahan pada pinjaman, kemudian dia memberi pinjaman, pengambilan tambahan itu adalah riba.” Contoh nya si A meminjam uang kepada si B, kemuadian si A memberikan sebuah hadiah kepada si B, karena si B telah memberikan pinjaman kepada si A.
4.Tidak boleh meminjamkan dan menjualnya, atau menggabungkan penukaran dan sumbangan, atau menggabungkan pinjaman dan penukaran
Hadis Hakim ibnu Hizam, "Rasulullah SAW melarang menjual suatu barang yang bukan miliknya." Hadis Mali, "Bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli (digabung) dengan pinjaman." Kesimpulannya, dengan adanya hadis tersebut maka menjadi landasan hukum larangan menggabungkan jual beli dan pinjaman. Contoh nya “Saya jual kepadamu satu komoditas seharga Rp 1.000 dengan syarat engkau meminjamkan kepadaku Rp 1.000.” Ash-Shan'ani menjelaskan, "Seseorang yang ingin membeli komoditas melebihi harga standar, maka ia memberikan pinjaman kepadanya agar bisa menambah harga jual sebagai rekayasa."