Mohon tunggu...
Afifah Manuhara Putri
Afifah Manuhara Putri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Halo, aku pohon enfp yang sangat tertarik dengan mbti. Namun, baru-baru ini dikejutkan bahwa aku seorang pohon intp. Sedikit menolak, tetapi benar bahwasannya pohon ini tidak begitu suka dengan pohon lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tradisi Campur-Aduk Bahasa Merusak Keaslian Bahasa Indonesia

16 Juni 2024   19:25 Diperbarui: 16 Juni 2024   19:30 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa sebagai unsur budaya. Bahasa merupakan hal yang menjadi jati diri suatu bangsa, sehingga keberadaan bahasa sangatlah penting. Menurut Koentjarangnirat bahasa bahasa adalah bagian dari kebudayaan. 

Oleh karena bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan hal ini menjadikan bahasa sebagai wadah untuk aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat, wadah pengungkapan budaya, termasuk teknologi yang diciptakan masyarakat pemakai bahasa itu sebagai cipta dan karyanya. Bahasa merupakan kunci komunikasi dari seluruh masyarakat di dunia.

 Sayangnya, banyak remaja atau generasi penerus bangsa yang kini makin merusak bahas Indonesia. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu seluruh masyarakat Indonesia. Bahasa Indonesia tidak digunakan sebaik mungkin dan malah mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. 

Seperti yang beberapa tahun terakhir ini menjadi kebiasaan berkomunikasi anak muda menggunakan bahasa yang biasa disebut 'bahasa anak Jaksel'. 

 Bahasa tersebut dijuluki demikian karena mereka mencampurkan penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dalam komunikasi sehari-hari. Meluasnya kebiasaan berbicara seperti ini akan merusak keaslian bahasa Indonesia. Tidak hanya bahasa Inggris saja, karena meluasnya budaya populer dari Korea Selatan seperti K-Pop, K-Drama, bahkan lifestyle seperti cara berpakaian dan cara berdandan di Indonesia memotivasi anak muda untuk mempelajari bahasa mereka juga yakni bahasa Korea atau Hangeul. 

Mereka juga mencampuradukkan penggunaan bahasa Indonesia dengan Hangeul. Seperti penggunaan kata "gwenchana", "aigoo", "arasseo", dan lain-lain yang sering kita jumpai di komentar sosial media.

 Dalam bermain sosial media, tak jarang kita menemukan bahwa anak muda menggunakan bahasa campur aduk sebagai alat komunikasi. Hal ini membuktikan bahwa kerusakannya bahasa, sudah menjadi gaya hidup atau lifestyle anak muda jaman sekarang. Hal ini tidak di alami oleh Indonesia saja namun dari beberapa negara lainnya seperti Filipina. Bahasa resmi Filipina adalah Tagalog, namun warga lokal mereka juga sering mencampurkan Tagalog dengan bahasa Inggris. 

Kebiasaan yang semakin melebar ini menjadi hal yang harus diperhatikan seluruh masyarakat. Pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar harus dikembalikan dan dilestarikan, karena sudah menjadi kewajiban warga negara Indonesia untuk melestarikan bahasa Indonesia. Gaya hidup mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing harus dihilangkan. Masyarakat harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik sehingga dengan begitu akan memikat rasa kemauan pihak luar untuk belajar berbahasa Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun