Mohon tunggu...
Afifah Dwi Mufidah
Afifah Dwi Mufidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia

Afifah merupakan seorang mahasiswa semester akhir prodi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universtas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Makna Cawe-cawe dalam Pernyataan Kontroversial Presiden Joko Widodo

2 Juni 2023   16:50 Diperbarui: 2 Juni 2023   16:54 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari lalu, tepatnya pada Senin tanggal 29 Mei 2023, Presiden Joko Widodo menggemparkan khalayak dengan pernyataannya yang mengungkapkan akan melakukan cawe-cawe perihal pemilihan umum 2024 mendatang. Pernyataan tersebut ia layangkan langsung pada kegiatan pertemuannya dengan para pemimpin redaksi media massa nasional yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta. Beliau mengungkapkan bahwa cawe-cawe tersebut dimaksudkan demi kepentingan bangsa dan negara. Jokowi juga menekankan cawe-cawe yang dimaksudnya tak akan melanggar Undang-Undang maupun mengotori demokrasi.

Kata cawe-cawe berasal dari bahasa jawa yang bermakna ikut serta dalam menangani sesuatu. Dalam KBBI, cawe-cawe sendiri diartikan sebagai ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan). Makna cawe-cawe dapat berubah tergantuk konteks pembicaraan, dapat berkonotasi negatif dan positif. 

Menurut pemerhati bahasa Jawa, Widiyartono, dalam konteks bahasa percakapan Jawa, kata cawe-cawe sebenarnya positif karena menunjukkan seseorang--dalam kapasitas tertentu--turut memecahkan masalah. Kata atau istilah tersebut dapat memiliki arti bias jika dikaitkan dengan isu maupun kepentingan politik terutama mengenai Pemilu 2024, sehingga kepentingan politik tersebut dapat mengubah interpretasinya yang semula berkonotasi positif dapat berubah menjadi konotasi negatif. Ditambah lagi masih adanya sisa-sisa perseteruan antar kubu yang terjadi pada Pilpres sebelumnya yang menjadikan cawe-cawe yang disampaikan Presiden Jokowi dapat dengan mudah menyulut polemik. Sehingga diperlukan pemaknaan lebih lanjut mengenai makna cawe-cawe yang dimaksudkan oleh Presiden Jokowi supaya dapat menghindari pembiasan makna.

Dalam ilmu semiotika atau ilmu yang mempelajari tanda-tanda, terdapat salah satu konsep teori yang sering digunakan dalam menganalisis tanda-tanda. Teori tersebut merupakan teori signifier (penanda) dan signified (petanda) yang dipopulerkan oleh Ferdinand de Saussure. Signifier merupakan hal-hal yang tertangkap oleh pikiran manusia layaknya citra bunyi, gambaran visual, dan lain sebagainya. Sedangkan signified merupakan makna atau kesan yang ada dalam pikiran kita terhadap penanda yang tertangkap. Oleh sebab itu, Saussure menyatakan bahwa signifier (penanda) dan signified (petanda) merupakan komponen pembentuk tanda yang peranannya tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Dalam konteks ini, cawe-cawe yang disebutkan Jokowi merupakan sebuah signifier atau penanda. Secara harfiah, cawe-cawe merupakan sebuah kata kerja yang berarti ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan). Namun, dalam pemaknaan secara konteks situasinya, cawe-cawe memiliki signified yang berbeda dari pengertian harfiahnya.

Berdasarkan keterangan yang dijelaskan oleh Istana Kepresidenan, cawe-cawe yang disebutkan Jokowi memiliki lima makna atau signified. Pertama, Jokowi ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil. Kedua, Jokowi berkepentingan terselenggaranya pemilu dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat. Ketiga, Jokowi ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara, hilirisasi, transisi energi bersih, dan lain-lain. Keempat, Jokowi mengharapkan seluruh peserta pemilu dapat berkompetisi secara free dan fair, karenanya kepala negara akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN. Kelima, Jokowi ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu sehingga akan memperkuat kemampuan pemerintah untuk mencegah berita bohong/hoaks, dampak negatif AI, hingga black campaign melalui media sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas, cawe-cawe pada dasarnya memiliki makna netral sebagai sebuah kata kerja yang berarti ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan). Namun, jika digunakan dalam konteks politik, cawe-cawe dapat dimaknai dengan konotasi negatif. Adapun dalam pernyataan yang disebutkan Jokowi, cawe-cawe dapat dipastikan memiliki makna yang berkonotasi positif tanpa melibatkan intervensi maupun kecurangan politik seperti yang telah dikonfirmasi oleh pihak Istana Kepresidenan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun