Menjadi mahasiswa artinya punya lebih banyak hak otonom dibandingkan saat menjadi siswa. Mahasiswa punya kuasa untuk mengatur mulai dari mata kuliah yang ingin diambil, berapa lama ingin menyelesaikan studi, sampai kegiatan macam apa yang akan digeluti di luar kelas. Privilese ini juga yang kemudian memunculkan istilah mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang, kura-kura alias kuliah rapat, dll.
Lantas yang menjadi pertanyaan, jalan hidup apa yang seharusnya diambil semasa menjadi mahasiswa? Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi semester empat. Mahasiswa dengan prodi yang menurut saya harus menghindari jadi mahasiswa kupu-kupu.
Menurut data dari Katadata, Ilmu Komunikasi menjadi prodi ke-8 yang paling diminati di Indonesia pada 2020. Ada 186.378 orang yang menjadi mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi. Ini tentu bukan kabar baik ketika prodi yang sedang diambil menjadi top tier penghasil mahasiswa terbanyak, sebab hal ini juga akan sejalan dengan seberapa ketat persaingan kerja di ranah yang linear.Â
Sebenarnya jauh sebelum ditampar oleh data tersebut, saya sudah membayangkan bagaimana prospek kerja mahasiswa Ilmu Komunikasi akan mudah dibegal oleh mahasiswa dari prodi lain. Ini karena notabene beberapa prospek kerja Ilmu Komunikasi tidak banyak membutuhkan keahlian teoritis, kecuali akademisi. Cukup berbekal kemampuan praktikal yang mumpuni, bahkan orang yang tidak menempuh pendidikan tinggi pun juga berpotensi menjadi saingan di masa depan.
Fakta lain yang tak kalah menyakitkan untuk mahasiswa Ilmu Komunikasi adalah kenyataan bahwa prodi ini menjadi top 10 jurusan kuliah yang paling disesali setelah lulus. Survei ini dilakukan oleh ZipRecruiter, sebuah pasar kerja Amerika untuk pencari kerja dan pemberi kerja. Survei ini ditentukan dengan salah satunya menggunakan faktor besaran gaji setelah bekerja.
Pada dasarnya, memang tidak semua pilihan karir seseorang berorientasi pada besaran gaji. Namun, nyatanya tidak mudah menjadi seorang idealis ketika dihadapkan pada realita finansial. Lantas, bagaimana dengan tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu dapat menjamin hal ini tidak terjadi?
Jawabannya memang tidak ada jaminan. Namun, dengan tidak hanya belajar di kelas, mahasiswa akan mendapat lebih banyak pengalaman yang mungkin sedikit banyak krusial dalam membangun karir sedini mungkin. Dalam hal ini, bukan hal yang mudah untuk berkarir jika seseorang tidak punya keahlian khusus, apalagi rasa percaya diri.
Kepercayaan diri penting dibangun untuk berani mengambil tanggung jawab yang lebih besar di masa depan. Hal ini yang menurut saya tidak datang ujug-ujug, melainkan dibangun mulai dari hal terkecil. Dimulai dari kebiasaan berinteraksi dengan beragam orang, bekerja dalam tim, dan merasakan lingkungan sosial yang dinamis adalah langkah awal untuk membangun kepercayaan diri. Melalui langkah-langkah kecil ini, value dan kualitas diri akan berkembang seiring seberapa besar tanggung jawab dan risiko yang berani diambil.
Untuk mewujudkan hal tersebut mahasiswa punya segudang pilihan. Mulai dari ikut organisasi kampus, konferensi internasional, lomba-lomba, kegiatan sosial, dsb. Yang terpenting adalah benar-benar mengikuti sesuai minat, bukan hanya ikut-ikutan apalagi dipaksa kating.
Dewasa ini, peluang untuk mewujudkan karir sedini mungkin terbuka lebar. Sebut saja program-program MBKM yang difasilitasi oleh Kemendikbudristek seperti MSIB, Kampus Mengajar, IISMA, dsb. Program ini dapat menjadi semacam langkah untuk curi start bagi mahasiswa yang ingin membangun karir.
Pada akhirnya, menjadi mahasiswa kupu-kupu atau tidak, mungkin juga bukan jaminan mentereng atau tidaknya karir seseorang. Tapi, bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi yang tidak diserang laprak dan praktikum, seharusnya punya cukup banyak waktu di samping menunaikan kewajiban kuliah. Jadi, alangkah baiknya jika sering-sering beranjak dari kos untuk mencari kegiatan lain yang bermanfaat.