Mohon tunggu...
Afifa Dhia Fauzia
Afifa Dhia Fauzia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Islam Indonesia

Afifa Dhia Fauzia adalah seorang mahasiswi s1 jurusan Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia. Sedang menyelesaikan pendidikan sarjananya dalam bidang tersebut. Aktif sebagai pengurus dalam beberapa organisasi, salah satunya di LEM FPSB UII.

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Di Balik Tembok Konflik Tamansari : Antara Mimpi Pembangunan dan Air Mata Warga

22 Januari 2025   12:12 Diperbarui: 22 Januari 2025   12:12 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung. Sumber ilustrasi: via KOMPAS.com/Rio Kuswandi

Penggusuran di kawasan Tamansari, Bandung, yang terjadi pada 2019-2020 menjadi sorotan nasional karena menimbulkan konflik berkepanjangan antara warga dan Pemerintah Kota Bandung. Konflik ini bermula dari rencana Pemkot Bandung untuk membangun rumah deret sebagai program revitalisasi kawasan kumuh, namun implementasinya menuai kontroversi dan penolakan dari warga.

Pemerintah Kota Bandung berencana membangun rumah deret modern 6 lantai di lahan seluas 1,2 hektar yang sudah dihuni warga selama puluhan tahun. Proyek ini merupakan kerjasama antara Pemkot Bandung dengan Perusahaan Daerah Pembangunan dan pihak swasta. 

Pada tanggal 12 Desember 2019, pemerintah kota meliburkan ratusan petugas gabungan dari Satpol PP, Polrestabes Bandung, dan Kodim 0618/BS untuk melakukan penggusuran paksa terhadap 33 keluarga di RW 11, Kelurahan Tamansari. Penggusuran ini dilakukan tanpa pemberitahuan serta imbauan yang cukup dan tepat, sehingga menimbulkan kekesalan serta resistensi dari warga.

Konflik memuncak saat proses penggusuran diwarnai bentrokan antara warga dengan aparat keamanan. Warga menolak penggusuran dengan berbagai alasan, termasuk : ketidakjelasan status kepemilikan lahan, minimnya sosialisasi dan dialog bersama masyarakat setempat, ketidaksesuaian kompensasi yang ditawarkan, serta kekhawatiran akan hilangnya mata pencaharian karena relokasi. Banyak warga yang mengklaim memiliki bukti kepemilikan tanah berupa girik atau dokumen dari zaman kolonial. Protes warga terhadap penggusuran ini sangat intensif. Tak disangka hal tersebut mengakibatkan terjadinya bentrokan fisik antara warga dan aparat keamanan, termasuk pemukulan hingga penggunaan gas air mata. Banyak warga terluka, bahkan anak-anak, perempuan, dan lansia tidak luput dari dampak kekerasan. 

Kasus ini menjadi contoh kompleksitas masalah penggusuran di perkotaan yang melibatkan berbagai aspek hukum (status kepemilikan tanah), sosial (dampak terhadap komunitas), ekonomi (mata pencaharian warga), dan politik (kebijakan pembangunan kota). Kontroversi ini juga menunjukkan pentingnya pendekatan partisipatif dan dialog intensif dengan warga dalam proyek pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat. 

Penggusuran kawasan Tamansari di Bandung untuk pembangunan rumah deret menghadirkan perdebatan kompleks antara pihak yang mendukung dan menentang. Pihak yang mendukung pembangunan berargumen bahwa proyek ini merupakan langkah penting dalam penataan kawasan kumuh dan modernisasi kota. Mereka menekankan bahwa pembangunan rumah deret akan meningkatkan kualitas hidup warga dengan menyediakan hunian yang lebih layak dan modern. Selain itu, aspek legalitas menjadi landasan kuat karena tanah tersebut merupakan aset pemerintah kota dan banyak warga tidak memiliki sertifikat kepemilikan yang sah. Proyek ini juga dipandang sebagai bagian dari kepentingan publik terutama dalam menciptakan lingkungan kota yang lebih teratur dan sehat.

Di sisi lain, pihak yang menentang pembangunan mengajukan argumen kuat berbasis hak historis dan dampak sosial-ekonomi. Mereka menunjukkan bahwa warga telah menempati kawasan tersebut selama puluhan tahun dan memiliki bukti kepemilikan historis dari zaman kolonial. Penggusuran tidak hanya menghilangkan tempat tinggal, tetapi juga menghancurkan mata pencaharian dan memutus jaringan sosial yang telah terbangun selama bertahun-tahun. Kritik juga ditujukan pada proses yang tidak partisipatif, ditandai dengan minimnya dialog dan sosialisasi kepada warga, serta tidak adanya opsi alternatif oleh pemerintah. Kompensasi dianggap tidak sebanding dengan kerugian material dan non-material yang dialami warga.

Kasus penggusuran Tamansari merupakan refleksi dari kompleksitas permasalahan pembangunan perkotaan yang melibatkan konflik kepentingan antara pemerintah dan masyarakat. Peristiwa yang terjadi pada 2019-2020 ini menunjukkan bagaimana sebuah program revitalisasi kawasan kumuh dapat berujung pada konflik sosial yang serius ketika proses implementasinya tidak memperhatikan aspek kemanusiaan dan partisipasi warga.

Konflik ini memperlihatkan adanya kesenjangan antara pendekatan pembangunan yang diambil pemerintah dengan realitas sosial masyarakat. Di satu sisi, pemerintah mengedepankan aspek legalitas dan modernisasi kota melalui pembangunan rumah deret. Namun di sisi lain, pendekatan yang cenderung top-down dan kurang partisipatif mengabaikan hak-hak historis warga serta dampak sosial-ekonomi. Diperlukan pendekatan yang lebih humanis dan inklusif dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, serta budaya masyarakat. Dialog intensif, sosialisasi yang memadai, dan pelibatan warga dalam proses perencanaan menjadi kunci penting untuk menghindari konflik serupa di masa depan. Kasus ini juga mengingatkan pentingnya keseimbangan antara tujuan modernisasi kota dengan perlindungan hak-hak warga, terutama kelompok yang rentan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun