[Ditulis oleh: Afif Yudi Kurniawan]
Pertarungan politik tak lagi hanya terjadi secara fisik, tetapi juga merambah ke medan yang lebih abstrak, yaitu perang retorika. Dalam kontestasi politik 2024, retorika menjadi senjata utama yang digunakan oleh para politisi untuk memenangkan hati dan pikiran pemilih.Â
Namun, di balik keindahan kata-kata, terdapat perang terselubung yang mempertaruhkan esensi demokrasi dan kesejahteraan masyarakat. Retorika, sebagai seni merancang kata-kata untuk mempengaruhi, menarik, atau menggerakkan pendengar, telah menjadi instrumen utama dalam politik sepanjang sejarah.Â
Dalam era digital, perang retorika semakin berkembang pesat dengan adanya platform media sosial yang mempercepat penyebaran pesan dan meningkatkan aksesibilitas informasi. Namun, di balik kemajuan teknologi ini, muncul tantangan baru dalam bentuk disinformasi, polarisasi, dan manipulasi opini publik.
Disinformasi menjadi senjata ampuh dalam perang retorika modern. Politisi tak segan menggunakan narasi palsu atau menyajikan fakta dengan cara yang menyesatkan untuk mencapai tujuan politik mereka.Â
Hal ini menciptakan ketidakpastian di antara pemilih dan mempersulit mereka dalam membedakan antara informasi yang benar dan palsu. Polarisasi juga menjadi akibat dari perang retorika yang intens.Â
Politisi cenderung memanfaatkan isu-isu kontroversial untuk memecah belah masyarakat guna menciptakan basis dukungan yang kuat. Ketegangan antar kelompok masyarakat dapat menciptakan divisi yang dalam, mengancam stabilitas sosial, dan mengurangi kemungkinan dialog konstruktif.
Manipulasi opini publik melalui retorika tidak hanya terjadi dalam bentuk disinformasi, tetapi juga melibatkan penggunaan bahasa yang merendahkan, provokatif, atau bernada populist.Â
Politisi dapat dengan sengaja menciptakan atmosfer ketidakpercayaan dan kebencian, yang dapat meracuni hubungan antarwarga dan merusak dasar demokrasi. Bagaimanapun, di tengah kompleksitas perang retorika ini, ada harapan untuk mengubah dinamika politik ke arah yang lebih positif.Â
Namun, terlepas dari banyak konotasi negatif tentang penggunaan retorika, harus kita akui bahwa dalam kontestasi politik di tahun 2024 ini memberikan warna yang berbeda dibanding kontestasi di tahun-tahun sebelumnya.Â