Indonesia merupakan negara berkembang dengan memegang predikat negara yang berpotensi terbesar dalam bidang ekonomi digital serta penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, hal tersebut membuat negara ini memiliki tantangan dan peluang yang besar dalam menerapkan teknologi di sektor keuangannya. Era ekonomi digital pun datang dengan membawa perubahan yang begitu besar dalam cara orang untuk bertransaksi serta mengelola keuangan mereka sendiri. Munculnya Era ekonomi digital ini ditandai dengan semakin maraknya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan media digital sebagai alat komunikasi, kolaborasi, dan kegiatan ekonomi antar perusahaan atau pun antar individu seperti E-Commerce dan E-Business. Konteks ini membuat Bank Syariah tumbuh menjadi peran penting dalam membangun dan mendukung ekosistem keuangan digital yang ada di Indonesia saat ini. Bank Syariah dalam Islam didasarkan pada kaidah dalam ushul fikih, bahwa “Maa laa yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib”, yakni sesuatu yang harus ada dan untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Kegiatan ekonomi pada zaman modern ini tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka kaitan antara Islam dengan perbankan menjadi begitu jelas.
Umat Islam Indonesia telah lama menginginkan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan syariat. K.H. Mas Mansur, yang menjabat sebagai ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944 telah menyatakan bahwa penggunaan jasa Bank Konvensional adalah sesuatu yang harus dilakukan karena umat Islam belum memiliki bank sendiri yang bebas dari riba di waktu itu. Kemudian muncul ide untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia sejak pertengahan tahun 1970-an. Namun, ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini antara lain.
- Operasi Bank Syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan karena itu, tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu UU No. 14/1967.
- Konsep Bank Syariah yang dipandang berkonotasi ideologis merupakan bagian dari konsep negara Islam, dan karena tidak dikehendaki oleh pemerintah.
- Masih menjadi pertanyaan untuk siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru ada di Timur Tengah dan itu pun masih dicegah, seperti pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.
Upaya untuk mengumpulkan dana pembangunan, pemerintah pada tahun 1988 mengeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober, juga dikenal sebagai PAKTO (Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober) pada tanggal 27 Oktober yang membahas tentang liberalisasi perbankan dan memungkinkan pendirian bank-bank baru di luar yang sudah ada. Dimulainya pembentukan Bank Perpembiayaan Rakyat Syariah di berbagai wilayah di Indonesia. Bank yang pertama kali mendapat izin usaha adalah Bank Perpembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991, kemudian BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober 1991 yang keduanya beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh. Hal ini mendorong untuk didirikannya Bank Umum Syariah pertama yang ada di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei 1992.
Sistem perbankan syariah di Indonesia dikembangkan dalam kerangka sistem perbankan ganda, atau dikenal dengan sistem perbankan dual yang termasuk dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) bertujuan untuk memberikan pilihan perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Sistem perbankan syariah dan konvensional bekerja sama untuk mendorong mobilitas dana masyarakat secara luas, meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor ekonomi nasional.
Karakteristik dari sistem perbankan syariah dibangun berdasarkan prinsip bagi hasil yang menawarkan pilihan sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi pihak bank dan masyarakat. Mereka juga menekankan aspek keadilan dalam transaksi dan investasi dengan mengutamakan nilai-nilai persaudaraan dan kebersamaan dalam produksi, dan menghindari transaksi keuangan yang bersifat spekulatif. Perbankan syariah ini telah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan menyediakan berbagai produk dan layanan perbankan serta skema keuangan yang lebih beragam.
Terkait hal pengelolaan perekonomian makro, penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Selain itu, penggunaan lebih banyak produk dan instrumen syariah akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat serta mengurangi transaksi spekulatif, yang mendukung stabilitas ekonomi.
Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008, industri perbankan syariah di negara Indonesia terus berkembang dan memiliki basis hukum yang kuat dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan cepat melalui proses yang luar biasa, mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65 persen setiap tahunnya selama kurang lebih lima tahun. Maka dari itu, peran industri perbankan syariah begitu diharapkan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital yang ada di Indonesia menjadi lebih penting untuk kehidupan masyarakat.
- PERAN BANK SYARIAH TERHADAP EKONOMI DIGITAL
Perbankan syariah memiliki peran yang begitu penting untuk mendukung perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Beberapa peran utama perbankan syariah dalam bidang ekonomi digital antara lain,
1. Pembiayaan Syariah untuk bisnis Start-up serta UMKM
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah kepada para start-up dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terlibat dalam hal ekonomi digital sehingga dapat meningkatkan akses modal bagi pelaku usaha yang baru saja merintis dan berbasis digital.
2. Transaksi Digital Berbasis Syariah