Dinasti Bani Abbas mencapai puncak kejayaannya pada masa Khalifah Harun ar-Rasyid dan putranya, Khalifah al-Ma'mun, yang disebut "Masa Keemasan Islam" atau (The Golden Age of Islam). Pada tahun 800-an M Baghdah telah menjadi kota metropolitan dan kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran dan peradaban Islam, serta menjadi pusat ekonomi, perdagangan, politik, dan berpenduduk lebih dari satu jiwa.Â
Biografi Singkat Harun ar-Rasyid
Harun ar-Rasyid adalah putra khalifah ketiga Abbasiyah, al-Mahdi bin Abu Ja'far al-Mansur (memerintah 159 H/775 M-169 H/785 M). Ibunya bernama Khaizuran, seorang wanita sahaya dari Yaman yang dimerdekakan dan dinikahi al-Mahdi pada 159 H/775 M. Ia amat berpengaruh dan berperan dalam pemerintahan suaminya dan putranya. Harun ar-Rasyid naik tahta menggantikan Musa al-Mahdi (memerintah 785-786 M), khalifah ke-empat.Â
Khalifah ke-lima Dinasti Abbasiyah bernama Harun ar-Rasyid (memerintah 786-809 M). Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya di bidang ekonomi, perdagangan, wilayah kekuasaan dan politik, ilmu pengetahuan, dan peradaban Islam. Ia terkenal sebagai dermawan, penyair, dan figur legendaris karena cerita tentang dirinya dalam Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam).Â
Sejak terlibat dalam urusan pemerintahan dalam usia muda dan selama menjadi khalifah, Harun ar-Rasyid menjalin hubungan yang akrab dengan ulama, ahli hukum, hakim qari, penulis, dan seniman. Ia sering mengundang mereka ke istana untuk mendiskusikan berbagai masalah. Â Ia sangat menghargai setiap orang yang berhadapan dengannya dan menempatkannya pada kedudukan yang tinggi. Karenanya, Harun ar-Rasyid dikagumi banyak orang, baik dari golongan masyarakat tertentu maupun masyarakat umum.Â
Pada 166 H/782 M Khalifah al-Mahdi mengukuhkannya menjadi putra mahkota untuk menjadi khalifah sesudah saudaranya, al-Hadi. Empat tahun kemudian, 15 Rabiulawal 170/14 September 786, Harun ar-Rasyid memproklamasikan diri menjadi khalifah untuk menggantikan saudaranya yang meninggal.Â
Setelah Harun ar-Rasyid menduduki tahta khlafah (kepemimpinan), ia mengangkat Yahya bin Khalid sebagai wazir (perdana menteri) untuk menjalankan pemerintahan dengan kekuasaan tidak terbatas. Harun ar-Rasyid berkata kepada Yahya, "Sungguh aku serahkan kepadamu urusan rakyat, tetapkanlah segala sesuatu menurut pendapatmu, pecat orang yang patut dipecat, pekerjakanlah orang yang pantas menurut kamu, dan jalankan segala urusan menurut pendapatmu."
Setelah Yahya, jabatan wazir dipegang anaknya, yaitu Ja'far. Kejayaan keluarga ini berakhir ketika Harun ar-Rasyid menghancurkannya pada 803 M. Ja'far dihukum mati, ayahnya (Yahya) dan saudaranya (Fadl) dipenjarakan. Tindakan ini diambil Harun ar-Rasyid setelah menerima laporan dari pihak lain bahwa keluarga ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan khalifah dengan memperkaya diri sendiri dari harta dan keuangan negara sehingga kemewahannya menyamai kemewahan keluarga khalifah, dan keluarga ini sering mengadakan pertemuan rahasia ketika khalifah mengadakan kunjungan ke daerah dengan menyamar. Harta kekayaan keluarga ini yang berjumlah sekitar 30.676.000 dinar dirampas untuk negara.
Meningkatnya Kesejahteraan Negara dan Rakyat
Harun ar-Rasyid memajukan ekonomi, perdagangan, dan pertanian dengan sistem irigasi. Kemajuan dalam sektor ini menjadikan Baghdad, ibukota pemerintahan Bani Abbas sebagai pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu dengan pertukaran barang dan valuta dari berbagai penjuru.Â
Negara memperoleh pemasukan yang besar dari kegiatan dagang tersebut, ditambah pula perolehan dari pajak perdagangan dan pajak penghasilan bumi, sehingga negara mampu membiayai pembangunan sektor lain, seperti pembangunan kota Baghdad dengan gedung megah, pembangunan sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, dan perdagangan, serta membiayai pengembangan ilmu pengetahuan di bidang penerjemahan dan penelitian. Negara mampu memberi gaji yang tinggi kepada ulama dan ilmuwan.Â