Mohon tunggu...
Afif
Afif Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Membangun Awareness Ketahanan Pangan Siswa SMA pada Masa Pandemi Oleh: Rahayu Relawati* Pandemi Covid-19 terjadi begitu tiba-tiba dan membuat semua pihak shock, tidak terkecuali sektor pendidikan. Tanpa direncana sebelumnya, proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring (dalam jaringan). Guru harus menyiapkan metode pembelajaran yang “tidak biasa”. Berbagai bahan ajar harus disiapkan dengan kreatif agar efektif menyampaikan materi belajar yang disampaikan tanpa tatap muka langsung. Berbagai platform meeting digunakan, mulai dari yang gratis hingga berbayar. Orang tua siswa tidak kalah repotnya. Piranti belajar daring harus disiapkan di rumah, dan itu butuh biaya yang tidak murah. Sekarang kita bicara isi pembelajaran, namun bukan pada ranah kurikulum. Sejak pandemi Covid-19, berbagai muatan pengetahuan tentang Virus Corona dan upaya pencegahan telah banyak diberikan pada siswa sekolah dan masyarakat luas. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), social distancing, physical distancing, termasuk kebijakan PSBB pasti sudah disampaikan pada siswa sekolah, sebagai bagian dari upaya pencegahan meluasnya pandemi Covid-19. Namun ada hal penting yang kurang diberikan porsi cukup pada siswa, yakni muatan ketahanan pangan. Pemenuhan ketahanan pangan menjadi kebutuhan setiap rumahtangga. Di masa pandemi seyogyanya setiap rumahtangga meningkatkan ketahanan pangan dari lingkungan rumah, Setidaknya kebutuhan sayuran dan ikan dari kolam mini dapat dipenuhi dari lingkungan pekarangan atau halaman rumah yang tidak cukup luas, atau disebut urban farming (pertanian perkotaan). Alasan utama pentingnya urban farming di masa pandemi ini adalah pemenuhan makanan sehat dari lingkungan rumah ketika aktivitas keluar rumah harus dibatasi, dan alasan ekonomi terutama pada keluarga yang sumber nafkahnya terdampak pandemi Covid-19. Siswa sekolah menengah (SMA, SMK, MA), selanjutnya disebut SMA saja, adalah remaja yang sudah mampu melakukan aktivitas urban farming di lingkungan rumah mereka. Oleh karena itu pada diri mereka harus ditumbuhkan awareness (kepedulian) ketahanan pangan. Pembelajaran sikap peduli akan pentingnya ketahanan pangan dapat diintegrasikan pada beberapa mata pelajaran. Pada siswa jurusan IPA, muatan ketahanan pangan dan urban farming dapat disisipkan pada Mapel Biologi. Siswa dapat dikenalkan teknik bertanam sayuran dalam pot, vertikultur, hidroponik, serta budidaya ikan rumahan dalam kolam mini. Integrasi budidaya ikan dan sayur dengan teknik aquaponik juga bisa menjadi materi yang menarik minat siswa SMA untuk menerapkannya di rumah. Berbagai sumber belajar materi tersebut dapat diakses dari media virtual, sehingga siswa dapat mengakses dengan mudah. Pada siswa jurusan IPS, muatan ketahanan pangan dapat disisipkan pada Mapel Ekonomi. Entry point membangun awareness ketahanan pangan adalah ketahanan ekonomi keluarga. Pada keluarga yang mata pencaharian mereka terdampak Covid-19, maka budidaya sayuran dan ikan di lahan terbatas di sekitar rumahnya dapat menjadi penyangga ketahanan pangan rumahtangga. Kepedulian terhadap ketahanan pangan pada hakekatnya merupakan kesadaran untuk ikut memikirkan, mewujudkan, dan memelihara ketahanan pangan. Sikap kepedulian ini perlu dibangun pada lingkungan yang paling kecil atau paling dekat dengan siswa SMA, yakni lingkungan rumah dan sekolah. Di sekolah contoh-contoh bertanam sayuran dengan vertikultur dan aquaponik bisa menghiasi taman dan teras sekolah, sehingga siswa mudah mengamatinya. Di rumah diharapkan siswa mampu menerapkan contoh urban farming yang ada di sekolah. Sisi lain muatan ketahanan pangan adalah pada aspek perilaku konsumsi. Kepedulian pada ketahanan pangan juga harus tercermin dari perilaku hemat dalam pemenuhan kebutuhan makanan. Pada keluarga ekonomi bawah, barangkali perilaku ‘membuang’ makanan lebih jarang terjadi. Tetapi pada keluarga dengan ekonomi menengah ke atas hal ini sangat mungkin terjadi. Kadang perilaku ‘membuang’ makanan terjadi tanpa disadari, misalnya karena menyediakan makanan di rumah dalam jumlah berlebih, sedangkan tidak semua anggota keluarga makan di rumah. Oleh karena itu pada siswa SMA juga penting untuk dibangkitkan kesadaran untuk tidak membuang secar mubazir makanan yang sudah disiapkan untuk dikonsumsi oleh anggota keluarga. Fenomena gaya hidup “hang-out, makan di luar, ngopi barang” juga sudah digemari anak remaja jaman sekarang. Di satu sisi, budaya hedonis tersebut menjadi peluang bisnis cafe, resto atau gerai kopi. Namun di sisi lain, rasa kenyamanan menikmati makanan di rumah sepertinya mulai bergeser ke makanan di luar rumah. Padahal setiap rumahtangga tentu sudah menyiapkan konsumsi makanan untuk segenap anggota keluarga. Gaya hidup hang-out sangat berpotensi pada pembuangan makanan menjadi “food waste”. Jika jumlah food waste diakumulasi per wilayah atau secara nasional, jumlah besar “food waste” akan menyadarkan kita pada perilaku hemat konsumsi. Suatu ironi, jika pada rumahtangga kelas menengah ke atas memboroskan makanan menjadi “food waste”, sementara keluarga lapis bawah sangat membutuhkan makanan. Jika masing-masing rumahtangga mampu mencegah pembuangan makanan, jumlah akumulasinya dapat menjadi penopang ketahanan pangan pada rumahtangga kelas bawah. Tentu secara hitungan detil hal ini membutuhkan analisis yang sistematis. Namun, kesadaran ketahanan pangan inilah yang harus mulai diberikan pada siswa SMA sebagai upaya membangkitkan awareness ketahanan pangan dimulai sejak dini. *Penulis adalah dosen Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian-Peternakan, Universitas Muhammadiyah Malang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Membangun Awareness Ketahanan Pangan Siswa SMA pada Masa Pandemi

29 Mei 2021   21:46 Diperbarui: 29 Mei 2021   21:57 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                                                   

Oleh: Rahayu Relawati*

Pandemi Covid-19 terjadi begitu tiba-tiba dan membuat semua pihak shock, tidak terkecuali sektor pendidikan. Tanpa direncana sebelumnya, proses belajar mengajar harus dilakukan secara daring (dalam jaringan). Guru harus menyiapkan metode pembelajaran yang “tidak biasa”. Berbagai bahan ajar harus disiapkan dengan kreatif agar efektif menyampaikan materi belajar yang disampaikan tanpa tatap muka langsung. Berbagai platform meeting digunakan, mulai dari yang gratis hingga berbayar.

Orang tua siswa tidak kalah repotnya. Piranti belajar daring harus disiapkan di rumah, dan itu butuh biaya yang tidak murah.

Sekarang kita bicara isi pembelajaran, namun bukan pada ranah kurikulum. Sejak pandemi Covid-19, berbagai muatan pengetahuan tentang Virus Corona dan upaya pencegahan telah banyak diberikan pada siswa sekolah dan masyarakat luas. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), social distancing, physical distancing, termasuk kebijakan PSBB pasti sudah disampaikan pada siswa sekolah, sebagai bagian dari upaya pencegahan meluasnya pandemi Covid-19. Namun ada hal penting yang kurang diberikan porsi cukup pada siswa, yakni muatan ketahanan pangan.

Pemenuhan ketahanan pangan menjadi kebutuhan setiap rumahtangga. Di masa pandemi seyogyanya setiap rumahtangga meningkatkan ketahanan pangan dari lingkungan rumah, Setidaknya kebutuhan sayuran dan ikan dari kolam mini dapat dipenuhi dari lingkungan pekarangan atau halaman rumah yang tidak cukup luas, atau disebut urban farming (pertanian perkotaan). Alasan utama pentingnya urban farming di masa pandemi ini adalah pemenuhan makanan sehat dari lingkungan rumah ketika aktivitas keluar rumah harus dibatasi, dan alasan ekonomi terutama pada keluarga yang sumber nafkahnya terdampak pandemi Covid-19.

Siswa sekolah menengah (SMA, SMK, MA), selanjutnya disebut SMA saja, adalah remaja yang sudah mampu melakukan aktivitas urban farming di lingkungan rumah mereka. Oleh karena itu pada diri mereka harus ditumbuhkan awareness (kepedulian) ketahanan pangan.

Pembelajaran sikap peduli akan pentingnya ketahanan pangan dapat diintegrasikan pada beberapa mata pelajaran. Pada siswa jurusan IPA, muatan ketahanan pangan dan urban farming dapat disisipkan pada Mapel Biologi. Siswa dapat dikenalkan teknik bertanam sayuran dalam pot, vertikultur, hidroponik, serta budidaya ikan rumahan dalam kolam mini. Integrasi budidaya ikan dan sayur dengan teknik aquaponik juga bisa menjadi materi yang menarik minat siswa SMA untuk menerapkannya di rumah. Berbagai sumber belajar materi tersebut dapat diakses dari  media virtual, sehingga siswa dapat mengakses dengan mudah.

Pada siswa jurusan IPS, muatan ketahanan pangan dapat disisipkan pada Mapel Ekonomi. Entry point membangun awareness ketahanan pangan adalah ketahanan ekonomi keluarga. Pada keluarga yang mata pencaharian mereka terdampak Covid-19, maka budidaya  sayuran dan ikan di lahan terbatas di sekitar rumahnya dapat menjadi penyangga ketahanan pangan rumahtangga.

Kepedulian terhadap ketahanan pangan pada hakekatnya merupakan kesadaran untuk ikut memikirkan, mewujudkan, dan memelihara ketahanan pangan. Sikap kepedulian ini perlu dibangun pada lingkungan yang paling kecil atau paling dekat dengan siswa SMA, yakni lingkungan rumah dan sekolah. Di sekolah contoh-contoh bertanam sayuran dengan vertikultur dan aquaponik bisa menghiasi taman dan teras sekolah, sehingga siswa mudah mengamatinya. Di rumah diharapkan siswa mampu menerapkan contoh urban farming yang ada di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun