Mohon tunggu...
Afif Sholahudin
Afif Sholahudin Mohon Tunggu... Konsultan - Murid dan Guru Kehidupan

See What Everyone Saw, But Did Not Think About What Other People Think

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Serba Dilema Hadapi Corona, "Drama" atau Realita?

25 Maret 2020   17:36 Diperbarui: 25 Maret 2020   17:41 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Sampai saat ini pemerintah belum berani menyatakan lockdown, apa sebabnya? Banyak analisis yang mengungkapkan fakta dan data yang akan terjadi jika memaksakan lockdown.

Satu sisi informasi dari pemerintah pusat yang terbatas tidak sebanding dengan derasnya informasi publik daerah-daerah rawan virus menyebar. Kekhawatiran tidak dapat terbendung karena belajar dari beberapa negara tetangga yang berhasil dan gagal dalam menangani wabah ini.

Sikap yang baru diambil oleh pemerintah barulah menerapkan social distancing, yakni pengurangan jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain.

Namun keterbatasan informasi yang sengaja dikurangi oleh pemerintah ditakutkan menimbulkan respon yang macam-macam sepertinya tidak efektif, karena fakta dilapangan masyarakat mempertanyakan keraguan pemerintah memberlakukan lockdown.

Media memberitakan fakta dilapangan, jumlah pasien positif corona bertambah setiap harinya. Tercatat Sabtu, 21 Maret kemarin berjumlah 450 orang dinyatakan positif dan 38 pasiennya meninggal. Kehebohan muncul karena beberapa daerah yang dipandang aman kini mulai menunjukkan angkanya.

Wajar jika masyarakat melalui banyak media menyuarakan lockdown hingga beberapa kali menjadi trending topik di twitter. Keraguan pemerintah pun hingga berbuntut kepada kritik kementrian yang dianggap layak untuk dicopot jabatannya.

Masyarakat menunggu langkah kongkrit dan tanggap dalam menangani masalah ini. Data lokasi penyebaran yang ditutupi saja dianggap melanggar Pasal 154 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Saat daerah hendak mengambil kewenangannya dalam penanganan wabah sebagaimana UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, ditanggapi pemerintah pusat dengan pemusatan penanganan di pemerintah pusat. Sikap ini membuat masyarakat bingung dan tak terkendali, cukup sudah "drama politik" ini dimainkan di hadapan rakyat.

Pemerintah sampai saat ini masih harus menutup diri dari keputusan lockdown, sampai kapan? Padahal negara tetangga seperti Malaysia saja yang belum ada korban meninggal memilih opsi lockdown lebih cepat.

Apa mungkin pemerintah mempertimbangkan hal lain seputar ekonomi, sebab kekacauan sektor ini sudah terlihat nyata. Mulai dari bursa efek yang semakin anjlok, hingga menurunnya nilai rupiah mencapai Rp. 15 ribu lebih per dolar.

Prediksi Rizal Ramli, tanpa corona pun ekonomi Indonesia tahun 2020 bakal anjlok ke angka 4 persen. Alasannya karena mabuk hutang dan salah urus kebijakan. Ditambah gagal bayar, ibarat pemain tinju yang sudah babak belur masih tetap mau ikut pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun